Kamis, 28 November 2013

DUNIA SAAT INI KRISIS AIR BERSIH ?



DUNIA SAAT INI KRISIS AIR BERSIH ?
Oleh: Eshar

Latar Belakang
Air merupakan unsur yang sangat vital dalam kehidupan manusia. Seseorang tidak dapat bertahan hidup tanpa air, karena itulah air merupakan salah satu penopang hidup bagi manusia dan makhluk lainnya. Sesungguhnya ketersediaan air di bumi ini begitu melimpah, namun yang dapat dikonsumsi oleh manusia untuk keperluan air minum sangat sedikit. Dari total jumlah air yang ada, hanya lima persen yang tersedia sebagai air minum, sedangkan sisanya adalah air laut. Selain itu, kecenderungan yang terjadi saat ini adalah berkurangnya ketersediaan air bersih. Semakin meningkatnya populasi manusia dan makhluk lainnya, semakin besar pula kebutuhan akan air minum, sehingga ketersediaan air bersih pun semakin berkurang. Saat ini penggunaan air di dunia naik lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan seabad silam, namun ketersediaannya justru menurun. Akibatnya, terjadi kelangkaan air yang harus ditanggung oleh lebih dari 40 persen penduduk bumi. Kondisi ini diperhitungkan akan terasa kian parah menjelang tahun 2025 karena 1,8 miliar orang akan tinggal di kawasan yang mengalami kelangkaan air secara absolut. Kekurangan air telah berdampak negatif terhadap semua sektor, termasuk kesehatan. Tanpa akses air mi­num yang higienis meng­aki­bat­kan 3.800 anak meninggal tiap hari oleh penyakit. Be­gitu rumitnya masalah ini sehingga para ahli berpendapat bahwa pada suatu saat nanti, akan terjadi “pertarungan” untuk memperebutkan air bersih.
Krisis air bersih saat ini telah melanda Indonesia, padahal Indonesia merupa­kan negara yang kaya akan sumber air berupa hutan. Indonesia memiliki enam persen persediaan air dunia atau sekitar 21% dari persediaan air Asia Pasifik, namun pada kenyataannya dari tahun ke tahun Indonesia mengalami krisis air bersih. Indikasi kri­sis air bersih dapat dilihat dari kondisi air yang tersedia yang dicirikan oleh kualitas (mutu) air dan ketersediaan (volume) air yang semakin terbatas.
Dalam diskusi tengah tahun yang diadakan Yayasan AHKAM, akan dibahas beberapa hal yang dianggap sangat relefan untuk diketahui yaitu:
1.         Syarat-syarat air bersih dan potensi ketersediaan air?
2.         Kerusakan apa saja yang telah dilakukan oleh manusia sehingga lingkungan mengalami krisis air bersih ?
3.         Apa saja dampak yang ditimbulkan dari krisis air bersih di Indonesia.?
4.         Upaya-upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk mengatasi krisis air bersih?

         Pengertian Air dan Syarat-syarat Air Bersih
Yang dimaksud dengan air dalam pembahasan ini adalah semua air yang terdapat di atas ataupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air per­mu­kaan. Air Bersih (clean water) adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum setelah dimasak atau dimatikan kuman dan zat-zat berbahaya terlebih dahulu. Air Minum (drinking water) ada­lah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang me­me­nuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah. Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan ta­nah atau batuan di bawah permukaan tanah. Sum­­ber air adalah tempat atau wadah air alami atau buatan yang terdapat di atas, ataupun di bawah permukaan tanah.
Air merupakan zat kimia yang tergolong amat penting bagi semua bentuk kehi­dupan makhluk hidup. Sampai saat ini, planet yang mengandung air untuk kehidupan makhluk secara cukup adalah bumi. Ketersediaan air di bumi cukup banyak. Air me­nu­tupi hampir 71% permukaan bumi, karena itu planet bumi juga dapat disebut sebagai planet air sebagai penyangga kehidupan.
Beberapa persyaratan air yang dapat dijadikan sebagai air minum sesuai Peraturan Menteri Kesehatan RI, yaitu harus bebas dari bahan-bahan anorganik dan organik. Artinya, kualitas air minum harus bebas bakteri, zat kimia, racun, limbah ber­ba­haya dan sebagainya. Parameter kualitas air minum yang berhubungan langsung dengan kesehatan sesuai Permenkes tersebut adalah berhubungan dengan mikrobiologi, seperti bakteri E.Coli dan total koliform. Yang berhubungan dengan kimia organik berupa arsenik, flourida, kromium, kadmium, nitrit, sianida dan selenium. Sedangkan parameter yang tidak langsung berhubungan dengan kesehatan, antara lain berupa bau, warna, jum­lah zat padat terlarut (TDS), kekeruhan, rasa, dan suhu. Adapun untuk parameter kimia­wi berupa aluminium, besi, khlorida, mangan, pH, seng, sulfat, tembaga, sisa khlor dan ammonia.

Siklus Air dan Potensi Air
Air merupakan zat cair yang dinamis bergerak dan mengalir melalui siklus hidro­logi yang abadi. Siklus tersebut adalah: Pertama, penguapan dari laut ke udara sebanyak 502.800 km3 dan penguapan dari daratan sebanyak 74.200 km3 per tahun. Kedua, curah hujan yang berasal dari penguapan air dari laut dan darat, yang jatuh ke laut sebanyak 458.000 km3 dan ke daratan 119.000 km3 per tahun. Ketiga, air daratan berjumlah 44.800 km3 terbagi menjadi 42.700 km3 mengalir di permukaan tanah dan 2,100 km3 mengalir di dalam tanah selanjutnya semua berkumpul di laut. Volume air di udara yang jatuh sebagai hujan cukup berlimpah. Namun ketika hujan mencapai bumi yang menjadi aliran mantap dan meresap kedalam bumi hanya 25%, selebihnya hampir tiga perempat bahagian terbuang percuma ke laut. Ini menunjukkan bahwa sumber daya air perlu di­kelola dengan cara-cara yang benar. (Koedatie dan Sjarief,2005)
Air tawar sebagai air bersih, bersumber dari curah hujan yang kemudian tertampung pada danau, situ, sungai, maupun cekungan tanah. Indonesia memiliki lebih dari 500 danau dengan danau Toba sebagai danau terluas yang memiliki luas lebih dari 110 ribu hektar. Cekungan air di Indonesia diperkirakan mempunyai total volume sebe­sar 308 juta meter kubik. Dari data tersebut Indonesia tidak terbantahkan sebagai negara yang kaya akan ketersediaan air. Sayangnya potensi ketersediaan air bersih dari tahun ke tahun cenderung berkurang akibat rusaknya daerah tangkapan air dan pencemaran ling­kungan yang diperkirakan sebesar 15–35% per tahun.
 Kualitas air berkaitan dengan kelayakan pemanfaat air untuk berbagai kebu­tuh­an. Kualitas air juga berhubungan dengan volume dan daya pulih air (self purification) un­tuk menerima beban pencemaran dalam jumlah tertentu. Dan kelayakan air, terutama un­tuk minum,  Indonesia sudah sangat memprihatinkan dan diperhitungkan saat ini te­lah mencapai ambang batas nilai kesehatan akan mengancam kehidupan manusia secara luas.
Bumi sebenarnya masih mempunyai banyak persediaan air tetapi hanya sedikit sekali air yang layak dikonsumsi. Berdasarkan laporan World Commission On Water, dalam 20 tahun ini, air yang dibutuhkan untuk konsumsi dunia, baik air minum maupun air untuk mengairi tanaman, sudah tidak cukup lagi. Hanya 2,5 persen saja air di dunia  yang tidak mengandung garam. Dan dua pertiga dari jumlah itu terkubur dalam gunung es dan glasier.

Kebijakan Pemerintah Terkait Sumber Daya Air
Penggunaan sumber daya air ditujukan untuk memanfaatkan sumber daya air secara berkelanjutan dan mengutamakan pemenuhan kebutuhan pokok kehidupan ma­sya­rakat secara adil. Namun penggunaan sumber daya air pada akhir-akhir ini tidak terjadi keseimbangan antara peningkatan kuantitas air yang diinginkan dengan realitas kualitas air yang terjadi. Kejadian krisis air bersih yang melanda sebagian besar kota-kota merupakan pekerjaan rumah pemerintah untuk mengatasinya. Upaya menangani kasus tersebut tercermin dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 Bab II pasal 21 tentang konservasi sumber daya air yang ditujukan untuk menjaga kelangsungan keberdayaan daya dukung, daya tampung dan fungsi sumber daya air. Kegiatan konservasi atau perlindungan dan pelestarian sumber daya air, sebagai berikut:
· Pemeliharaan kelangsungan fungsi resapan air dan daerah tangkapan air.
· Pengendalian pemanfaat sumber air.
· Pengisian air pada sumber.
· Pengaturan prasarana dan sarana sanitasi.
· Perlindungan sumber air dalam hubungannya dengan kegiatan pembangunan dan pemanfaatan lahan pada sumber air.
· Pengendalian pengolahan tanah di daerah hulu.
· Pengaturan daerah sempadan sumber air.
· Rehabilitasi hutan dan lahan, pelestarian hutan lindung, kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam.

Krisis Air Bersih
Di Indonesia, dengan jumlah penduduk mencapai lebih 200 juta, kebutuhan air bersih menjadi semakin mendesak. Kecenderungan konsumsi air diperkirakan terus naik hingga 15-35 persen per kapita per tahun. Sedangkan ketersediaan air bersih cenderung melambat (berkurang) akibat kerusakan alam dan pencemaran. Sekitar 119 juta rakyat Indonesia belum memiliki akses terhadap air bersih (Suara Pembaruan – 23 Maret 2007). Penduduk Indonesia yang bisa mengakses air bersih untuk kebutuhan sehari-hari, baru mencapai 20 persen dari total penduduk Indonesia. Itupun yang dominan adalah akses untuk perkotaaan. Artinya masih ada 82 persen rakyat Indonesia terpaksa mem­pergunakan air yang tak layak secara kesehatan.
Di bawah ini terdapat dua cuplikan peristiwa  yang menunjukkan bahwa krisis air bersih atau ancaman kelangkaan air  memang betul-betul terjadi.
Contoh Kasus Krisis Air Bersih di Perkotaan dan di Pedesaan pernah diungkapkan oleh Media beberapa waktu lalu. Ungkapan itu disajikan sbb:
Pertengahan Februari 2007, warga di kawasan Jakarta Utara mengeluhkan kena­i­k­an harga air yang gila-gilaan. Seperti dilaporkan sejumlah media, harga air bersih di sebagian wilayah Jakarta Utara naik sampai lima kali lipat dari harga sebelumnya. “Dulu harga per gerobak (isi 6 jeriken) hanya 10 ribu. Sekarang naik jadi 50 ribu,” ujar warga didaerah itu. Kelangkaan dan kenaikan harga air geroba­kan itu terjadi akibat terputusnya aliran yang disalurkan melalui PAM. Kelangkaan air di sejumlah daerah tersebut tentu sangat menyengsarakan rakyat karena air adalah kebutuhan yang sangat utama dalam kehidupan..
Di Kabupaten Ban­dung, Jawa Baratpun krisis air juga terjadi. Warga di sana kebanyakan menampung air hujan dari atap rumah ke da­lam jeriken-jeriken plastik untuk dimanfaatkan pada musim kemarau. Menurut warga kelangkaan air itu disebabkan karena sarana dan prasarana yang tidak tersedia, tetapi banyak juga daerah terpencil disamping kesulitan tidak tersedia air bersih, juga karena infrastruktur yang buruk ditambah lokasi yang terpencil menyebabkan masyarakat kesulitan mengakses sarana pendidikan dan kesehatan. Anehnya, dahulu banyak daerah memiliki sumber sarana air alam misalnya ada mata air yang terletak di perbukitan misalnya yang bisa mengalirkan air saat kemarau. Tapi sekarang di banyak daerah, mata air itu berhenti mengalir. Akibatnya, masyarakat menjadi sangat kesulitan air, dan mereka tidak jarang untuk mendapatkan air bersih harus berjalan kaki  berkilo-kilo meter ke mata air terdekat.
Keadaaan seperti itu telah jamak terjadi. Di Acehpun fenomena apa yang diungkapkan media tersebut nyata terlihat di masyarakat, bukan hanya di perkotaan tetapi juga banyak dijumpai di pedesaan. Di perkotaan seperti di Banda Aceh krisis air bersih karena PAM macet sudah amat sering terjadi, bukan hanya didaerah pinggiran, tetapi tidak jarang dijumpai dipusat kota. Krisis air bersih seperti itu sangat menyulitkan masyarakat, sehingga tidak sedikit biaya tambahan yang dukeluarkan untuk memenuhi kebutuhan primer itu.
Di desa-desa di Aceh sangat jamak diketahui bahwa pola konsumsi air bersih masih tergolong sangat rendah. Banyak penduduk pedesaan mengkonsumi air tanah dengan kualitas air yang tergolong rendah. Banyak air sumur masyarakat pedesaan di daerah pesisir terkontaminasi dengan berbagai unsur lain, misalnya aluminium, besi, atau tingkat kekeruhan yang sangat tinggi, serta dipengaruhi aleh bau payau atau lagang yang secara normal sangat mengganggu.

Penyebab Terjadinya Kelangkaan Air Bersih
a.        Perilaku Manusia
Faktor utama krisis air adalah perilaku manusia. Masyarakat pada umumnya tidak memahami prinsip perlindungan sumber air minum tingkat rumah tangga, maupun untuk skala lingkungan, sehingga tidak tergerak untuk mengatasi masalah air minum secara bersama. Kebutuhan akan sumber daya air semakin meningkat pesat dan dis
isi lain kerusakan dan pencemaran sumber daya air semakin meningkat pula sebagai imply­­kasi industrialisasi dan pertumbuhan populasi yang tidak disertai dengan penye­baran yang merata sehingga menyebabkan masih tingginya jumlah orang yang belum terlayani fasilitas air bersih. Meningkatnya jumlah populasi juga berdampak pada sanitasi yang buruk yang akan berpengaruh besar pada kualitas air.
Mengenai kerusakan-kerusakan alam ini Allah telah memperingatkan yang telah tercantum dalam Kitab Suci Al Quran pada surat Ar-Rum (30): 41, dan itu telah disam­pai­kan 14 abad yang silam, yang antara lain berbunyi :

ظَهَرَالْفَسَادُفِيالْبَرِّوَالْبَحْرِبِمَاكَسَبَتْأَيْدِيالنَّاسِلِيُذِيقَهُمبَعْضَالَّذِيعَمِلُوالَعَلَّهُمْيَرْجِعُونَ

Artinya: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.

Kesadaran adanya saling ketergantungan antara makhluk hidup dengan lingku­ngan­nya dapat membuat kita lebih menghargai semua ciptaan Tuhan.

b.        Kerusakan Lingkungan
a.    Penggundulan Hutan
Kerusakan lingkungan yang semakin parah akibat penggundulan hutan meru­pa­kan penyebab utama kekeringan dan kelangkaan air. Kawasan hutan yang selama ini menjadi daerah tangkapan air (catchment area) telah rusak karena penebangan liar. Laju kerusakan di semua wilayah sumber air semakin cepat, baik karena penggundulan di hulu maupun pencemaran di sepanjang daerah aliran sungai (DAS). Kondisi ini akan mengancam fungsi dan potensi wilayah sumber air sebagai penyedia air bersih.
b.    Global Warming
Pemanasan global telah memicu peningkatan suhu bumi yang mengakibatkan melelehnya es di gunung dan kutub, berkurangnya ketersediaan air, naiknya permukaan air laut dan juga akan memengaruhi pola cuaca, perubahan waktu, serta tempat di mana hujan dan salju akan jatuh. Seiring dengan semakin panasnya permukaan bumi, tanah tempat di mana air berada juga akan cepat mengalami penguapan untuk memper­tahan­kan siklus hidrologi. Air permukaan juga mengalami penguapan semakin cepat sedang­kan balok-balok salju yang dibutuhkan untuk pengisian kembali persediaan air tawar justru semakin sedikit dan kecil. Ketika salju mencair tidak menurut musimnya yang benar, maka yang terjadi bukanlah salju mencair dan mengisi air ke danau, salju justru akan mengalami penguapan. Danau-danau itu sendiri akan menghadapi masalahnya sendiri ketika airnya tidak lagi membeku. Air akan mengalami penguapan yang jauh lebih lambat ketika permukaannya tertutup es, sehingga ada lebih banyak air yang tersisa dan meresap ke dalam tanah. Ketika terjadi pembekuan yang lebih sedikit, artinya sema­kin banyak air yang dilepaskan ke atmosfer. Maka, ketika gletser yang tersisa dari zaman es mencair semua, sungai-sungai akan kehilangan sumber air.
c.    Pencemaran Air
Saat ini pencemaran air sungai, danau dan air bawah tanah meningkat dengan pesat. Pencemaran air sebagian besar diakibatkan oleh aktifitas manusia yang mening­galkan limbah pemukiman, limbah pertanian, dan limbah industri termasuk pertambang­an. Limbah pemukiman merupakan segala bahan pencemar yang dihasilkan oleh daerah pemukiman atau rumah tangga. Limbah pemukiman dapat berupa sampah organik (kayu, daun dan lainnya), dan sampah nonorganik (plastik, logam, dan deterjen). Limbah pertanian merupakan segala bahan pencemar yang dihasilkan aktifitas pertanian seperti penggunaan pestisida dan pupuk. Sedangkan limbah industri merupakan segala bahan pencemar yang dihasilkan aktifitas industri yang sering menghasilkan bahan berbahaya dan beracun (B3). Sehingga memunculkan prediksi bahwa separuh dari populasi di dunia akan mengalami pencemaran sumber-sumber perairan dan juga penyakit berkaitan dengannya. Diperkirakan, 60 persen sungai di Indonesia, terutama di Sumatera, Jawa, Bali, dan Sulawesi, tercemar berbagai limbah, mulai dari bahan organik hingga bakteri coliform dan fecal coli penyebab diare.

Manajemen Pengelolaan Air yang Kurang Baik
      a.. Kurangnya koordinasi antara institusi terkait
Departemen Pekerjaan Umum bertanggung jawab terhadap infrastruktur air, Depar­temen Dalam Negeri mengurusi pentarifan air, Departemen Kehutanan bertang­gung jawab terhadap konservasi sumber daya air, sedangkan masalah kualitas air oleh Departemen Kesehatan. Banyaknya institusi yang terlibat dan tumpang-tindihnya pengambilan kebijakan tentang air oleh berbagai departemen yang ada ditambah lagi dengan kurangnya koordinasi antara institusi tersebut menyebabkan kegagalan program pembangunan di sektor air.
        b. Anggaran yang tidak mencukupi
Menurut Departemen Kesehatan, selama 30 tahun terakhir, anggaran yang dialo­ka­sikan untuk perbaikan sanitasi (termasuk penyediaan air bersih) hanya sekitar 820 juta dolar AS atau setara Rp 200 per orang per tahun. Padahal kebutuhannya mencapai Rp 470 per rupiah per tahun. Dari anggaran tersebut terlihat pemerintah belum melihat anggaran untuk perbaikan sanitasi sebagai investasi tetapi mereka melihatnya sebagai biaya. Padahal menurut perhitungan WHO dan sejumlah lembaga lain setiap US$ 1 investasi di sanitasi dan air bersih akan memberikan manfaat ekonomi sebesar US$ 8 dalam bentuk peningkatan produktivitas dan waktu, berkurangnya angka kasus penyakit dan kematian.

Dampak Krisis Air Bersih
Berdasarkan data WHO (2000), diperkirakan terdapat lebih 2 milyar manusia per hari terkena dampak kekurangan air lebih dari 40 negara di dunia. Sekitar 1,1 milyar tidak mendapatkan air yang memadai dan 2,4 milyar tidak mendapatkan sanitasi yang layak. Sedangkan pada tahun 2050 diprediksikan bahwa 1 dari 4 orang akan terkena dampak dari kekurangan air bersih (Gardner-Outlaw and Engelman, 1997 dalam UN, 2003). Pencemaran air di Indonesia menimbulkan kerugian Rp 45 triliun per tahun. Biaya yang akibat pencemaran air ini mencakup biaya kesehatan, biaya penyediaan air bersih, hilangnya waktu produktif, citra buruk pariwisata, dan tingginya angka kematian bayi. Dampak lainnya adalah terganggunya lingkungan hidup, ekosistem, dan keane­ka­ra­gaman hayati. Air yang tercemar dapat mematikan berbagai organisme yang hidup di air.

 Dampak Bagi Kesehatan
Terdapat 20-30 jenis penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme yang hidup dalam air. Penelitian WHO mengenai hubungan penyediaan air bersih dan sanitasi dengan kesehatan, mengemukakan beberapa penyakit seperti: kolera, hepatitis, polimearitis, typoid, disentrin trachoma, scabies, malaria, yellow fever, dan penyakit cacingan berhubungan sangat erat dengan higenitas air. Di Indonesia terdapat empat dampak kesehatan besar disebabkan oleh pengelolaan air dan sanitasi yang buruk, yakni diare, tipus, polio dan cacingan.

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi krisis Air Bersih
Berdasarkan kondisi air (kualitas maupun ketersediaan), potensi negara ini sebagai negara kaya air terus menurun. Setiap kali musim kemarau tiba berbagai daerah mengalami kekeringan air. Bahkan ketika musim penghujan pun krisis air bersih tetap mengintai lantaran surplus air yang kerap mengakibatkan banjir sehingga sumber air tidak dapat termanfaatkan. Krisis air bersih membuat sebagian besar penduduk terpaksa mengkonsumsi air yang seharusnya tidak layak minum. United States Agency for International Development (USAID) dalam laporannya (2007), menyebutkan, penelitian di berbagai kota di Indonesia menunjukkan hampir 100 persen sumber air minum kita tercemar oleh bakteri  E Coli dan Coliform.
Untuk mengatasi krisis air bersih dapat dilakukan beberapa upaya penyelamatan lingkungan, termasuk di antaranya  penyelamatan sumber-sumber air, harus dilakukan secara terintegrasi dan berkelanjutan. Upaya penyelamatan lingkungan demi mengatasi krisis air bersih dapat dilakukan melalui:
  • ·  Menggalakkan gerakan hemat air.
  • ·  Menggalakkan gerakan menanam pohon seperti one man one tree (selama daur hidupnya pohon mampu menghasilkan 250 galon air).
  • ·  Konservasi lahan, pelestarian hutan dan daerah aliran sungai (DAS).
  • ·  Pembangunan tempat penampungan air hujan seperti situ, embung, dan waduk sehingga airnya bisa dimanfaatkan saat musim kemarau.
  • ·  Mencegah seminimal mungkin air hujan terbuang ke laut dengan membuat sumur resapan air atau lubang resapan biopori.
  • ·  Mengurangi pencemaran air baik oleh limbah rumah tangga, industri, pertanian maupun pertambangan.

PENUTUP

Air bersih merupakan salah satu jenis sumberdaya berbasis air yang bermutu baik dan biasa dimanfaatkan oleh manusia untuk dikonsumsi atau digunakan dalam melakukan aktivitas sehari-hari, termasuk sanitasi. Air minum harus memenuhi beberapa persyaratan, di antaranya tidak berasa, tidak berbau, tidak berwarna, dan tidak mengandung logam berat. Walaupun air dari sumber alam dapat diminum oleh manusia, tepai dalam banyak hal terdapat risiko bahwa air ini telah tercemar oleh bakteri atau zat-zat berbahaya. Bahkan, meski bakteri tersebut dapat dibunuh melalui pemasakan air hingga 100 °C, banyak zat berbahaya, terutama logam, tidak dapat dihilangkan dengan cara ini.
Menurut ahli hidrologi, krisis air disebabkan oleh rusaknya ekologi hutan, irigasi berlebihan, kebocoran suplai air kota, polusi air sungai, dan ekstraksi air yang tak terkendali dari berbagai sumber. Penyebab lain dari terjadinya krisis air bersih ini antara lain: perilaku manusia dalam penggunaan air, populasi yang terus bertambah dan sebaran penduduk yang tidak merata, kerusakan lingkungan, global warming, manajemen pengelolaan air yang buruk, anggaran yang tidak mencukupi, serta buruknya kinerja PAM/PDAM. Krisis air bersih ini juga memberikan dampak yang cukup signifikan bagi kehidupan masyarakat diantaranya dampak bagi kesehatan yaitu timbulnya berbagai macam penyakit dan dampak ekonomi yaitu sulitnya air bersih didapatkan terutama bagi rakyat miskin.
Upaya menyelematkan kelestarian air perlu dilakukan dengan menjaga lingkungan, terutama ekologi hutan. Hutan merupakan penyimpan air yang sangat besar di bumi. Tanpa hutan, air yang turun sebagai hujan akan terbuang percuma ke laut. Adanya gerakan pelestraian hutan melalui penenaman pohon merupakan salah satu upaya penyediaan air secara cukup dibumi. Dan penyelamatan lingkungan dan hutan tersebut tidak hanya dilakukan oleh sekelompok orang dalam satu kawasan bumi atau negara, tetapi seluruh negara di dunia perlu mengambil bahagian yang nyata sehingga bumi ini menjadi nyaman untuk ditempati dan bencana terhadap kehidupan dapat diperkecil.
Air merupakan elemen yang terpenting dalam kehidupan di muka bumi. Berbagai hal yang dilakukan makhluk hidup berhubungan dengan air. Untuk mengatasi krisis air bersih perlu upaya penyelamatan lingkungan, termasuk penyelamatan sumber-sumber air yang harus dilakukan secara terintegrasi dan berkelanjutan. Selain itu, peran serta masyarakat sangat besar, hal paling mudah adalah dengan tidak membuang limbah rumah tangga ke sungai. Tanpa upaya bersama, mustahil kita bisa mencegah permasalahan kelangkaan air bersih.
Bumi akan rusak akibat ulah kita sendiri, bencana-bencana serta kerusakan-kerusakan  yang ada sekarang ini di sebabkan oleh kita sendiri, dan juga termasuk krisis air bersih yang sedang melanda bumi ini. Apapun itu mari kita mulai dari diri kita setidaknya untuk membuat lingkungan disekitar kita jadi lebih nyaman untuk dihuni. Semoga bumi dan alam ini masih bisa lama dinikmati oleh kita dan anak cucu kita nanti. Ingat saudara kelangsungan alam ini tergantung pada apa yang kita lakukan untuk alam ini.(**)