Senin, 30 September 2013

PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA PADI.



PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA PADI.

Pembaca yang budiman.
Blogspot Dayah Raudhatul Ulum Alue Pisang Kuala Batee Aceh Barat Daya secara berkala mengeluarkan artikel yang bersifat PETUNJUK TEKNIS dalam bidang usahatani - pertanian. Petunjuk Teknis ini ditujukan kepada berbagai pihak yang berminat terutama yang bergerak di bidang pertanian (petani, pengusaha, guru, mahasiswa dan berbagai pihak lainnya) yang memerlukan petunjuk teknis di bidang pertanian sebagai petunjuk dalam mengelola usahataninya atau dalam rangka menambah pengetahuan. Kami berupaya petunjuk teknis ini yang lebih cocok untuk keadaan topografi dan keadaan lahan di Aceh. Walaupun demikian, untuk peminat di daerah-daerah lain juga tidak menjadi hambatan untuk digunakan sebagai pedoman.
Tujuan utama diterbitkan petunjuk teknis ini hanyalah untuk membantu para petani dan berbagai pihak untuk mendapatkan bahan bacaan yang bersifat praktis, dengan menggunakan bahasa ringan dan mudah dipahami. Ingin kami sampaikan bahwa rekomendasi yang dikeluarkan dalam terbitan ini  berpedoman untuk kondisi Aceh.
Tahap awal ini Redaksi menerbitkan bahan informasi petunjuk teknis yang berhubungan dengan usahatani padi. Dalam terbitan ini dibahas tentang teknologi usahatani padi dalam berbagai jenis yang mudah dan praktis dapat diterapkan oleh pihak yang berminat. Teknologi tersebut sudah diterapkan didaerah lain dapat memberi hasil yang cukup baik. Karena itu, kami mengharapkan terbitan pertama ini dapat membantu berbagai pihak dalam mengelola usahataninya.
Redaksi mengupayakan petunjuk praktis yang seperti ini akan dikeluarkan secara berkala. Setiap diterbitkan membahas satu topic dengan ulasan sederhana dan mudah dipahami.
Semoga saja upaya ini mendapatkan sambutan yang cukup baik dari pembaca. Saran dan upaya penyempurnaan dari berbagai pihak sangat dihargai. SALAM.

Redaksi

-----------------0000000000000000000---------------------------


 

1.    PENANAMAN PADI SISTIM RICE INTENSIFICATION (SRI)

Apa itu SRI ?
SRI adalah System Rice Inten­sification yaitu sistem usahatani padi secara in­tensif. Usahatani padi  SRI dapat dite­rap­kan di la­han sawah ber­irigasi. Diya­ki­ni bah­wa penerapan system usaha­tani intensif tersebut dapat meng­he­mat biaya dan tenaga serta dapat me­ning­katkan produksi yang sangat signi­fican.
Intensifilkasi padi jenis ini ter­golong he­mat. Bagaimana tidak. Kebutuhan be­nih hanya 5 – 8 kg/ha, air,dan pupuk juga dibu­tuh­kan relatif sedikit sedang­kan pro­­­duk­si terjadi peningkat­an yang sa­ngat besar. Dari be­be­rapa perco­baan yang dilakukan di Aceh, pro­duksi padi yang diusahakan de­ngan SRI menca­pai 9.0 – 11.0 ton/ha. Produksi itu tergolong tinggi diban­ding­kan de­ngan tingkat rata-rata pro­duksi padi saat ini hanya 4.3 ton/ha dan produksi rata-rata di lahan irigasi 5.5 ton/ha.
Teknologi intensifikasi padi sys­tem SRI adalah system usaha­tani padi yang dila­kukan dengan mengubah pe­ngelo­laan tanaman, tanah, air dan un­sur hara secara hemat, tepat dan efisien.
Di Aceh terutama di lahan sawah ber irigasi penerapan system SRI secara sem­purna dapat dila­kukan dalam rang­­ka mening­kat­kan produksi dan mene­kan biaya usahatani.

Kelebihan Metode SRI
Sistem usahatani SRI dapat me­ne­kan biaya produksi dan hemat bibit. Be­be­rapa kelebihan usaha­tani system SRI adalah:
1.  Tanaman hemat air. Air hanya di­berikan maksimum 2 cm dan lebih baik macak-macan saja.
2.  Benih hanya dibutuhkan 5 – 8 kg/ha.
3.  Hemat waktu karena bibit dita­nam lebih muda sehingga u­mur panen juga lebih awal.
4.  Produksi padi dapat mencapai 9.0 – 11.0 ton/ha.

Prinsip Budidaya Padi SRI
1.  Tanah diolah sempurna seba­gai­ma­na pengolahan sawah yang lazim di­la­kukan petani. Sebaiknya jum­pung (merang) tidak dibakar setelah padi di­panen, tetapi dibiarkan mem­busuk di lahan sawah se­hing­ga dapat menambah ba­han organik yang dapat me­nyubur­kan tanah..
2.  Bibit digunakan dari varietas unggul dan disemai/ditabur ja­rang. Media semai sebaik­nya diberi pupuk kan­dang atau kom­pos sehingga benih dapat tumbuh sempurna.
3.    Bibit telah harus dipindahkan untuk ditanam di sawah pada umur 12 – 15 hari, yaitu ketika bibit masih ber­daun dua helai. Jika bibit dipin­dah­kan terlalu tua akan berpe­ngaruh pada pertumbuhan dan sys­tem ana­kan produktifnya. Bibit sete­lah dica­but segera ditanam se­hing­­­ga fisio­logi bibit tidak ru­sak. Antara benih dicabut (dipindahkan) dengan pena­na­man paling lama 30 menit. Lebih cepat lebih baik.
4.    Bibit ditanam di areal sawah 1 bibit/ lubang dengan jarak ta­nam jarang 30 x 30 atau 35 x 35 cm. Sebaiknya ditanam dengan sistim lorong yaitu 5 - 7 baris tanaman dibuat lorong. Bibit ditanam dangkal saja (1 cm) dengan posisi akar seperti huruf L.
5.    Untuk tujuan lahan tetap les­tari, te­rutama untuk lahan sa­wah di Aceh, dianjurkan guna­kan pupuk organik. Hal itu menjadi sangat penting ka­rena banyak lahan sawah di Aceh saat ini telah terganggu kese­im­bangan hara. Pupuk organik dan pupuk kandang dapat digu­nakan se­cukupnya. Tetapi jika pupuk alam terse­but tidak cukup tersedia, boleh digu­nakan pupuk kimia (anor­ga­nik) dengan dosis yang tepat, Pupuk an­organik digu­na­kan dengan dosis: Pupuk dasar (diberikan sebelum ta­nam atau paling lambat 7 hst); urea 75 kg/ha, SP-36 75 kg/ha dan KCl 50 kg/ha. Pupuk susulan I (diberikan umur ta­na­man 25 – 30 hst); urea 50 kg/ha. Pupuk susulan II (diberikan umur tanaman 40 – 45 hst);  urea 50 kg/ha. (untuk ketepatan dosis pupuk guna­kan anjuran spe­sifik lo­kasi dari penyuluh se­tempat).
6.    Pengairan diberikan cukup macak-macak saja, paling ting­gi 2 cm. Pa­da periode ma­tang malai sawah d­ikeringkan. Yang perlu diper­hati­kan air harus cukup ter­sedia (macak-macak) pada awal partum­buhan, saat pre­mordia, dan saat pengisian gabah.
7.    Penyiangan dilakukan pada umur tanaman 10 hari setelah tanam dan diulang 2-3 kali lagi dengan interval 10 hari.
8.    Hama penyakit tanaman di­ken­­dali­kan dengan sitem Pe­ngen­dalian Ha­ma Terpadu (PHT). Untuk men­da­patkan in­formasi tentang pengen­dalian hama ramah lingkungan hu­bungi pe­nyuluh dan petugas penga­mat hama di daerah.
9.    Panen dapat dilakukan se­telah ga­bah pada malai sudah cukup tua. Kapan padi dipa­nen ter­gantung pa­da varietas­nya. Yang penting pa­nen dila­kukan dengan memperha­ti­kan mutu gabah dan menghindari gabah tercecer. Hindari mem­buat phui di sawah. Padi yang telah dipanen se­gera dirontok­kan dan diangkut ke tem­pat yang aman dan terhindar da­ri hujan sehingga mutu gabah tetap baik. (ESHAR, 2013).-


2.      CARA TANAM PADI SISTEM JAJAR LORONG

Umumnya cara penanaman padi oleh petani belum hemat bibit dan lahan. Petani memang letah me­nerapkan tantandur jajar, tetapi jumlah bibit per lubang, jarak tanam dan cara tanam belum hemat, ma­lah cenderung boros. Bagaimana tidak,  jarak tanam hanya di kira-kira saja, sehingga jarak tanam padi di sawah terkesan tidak bera­tu­ran. Lebih keliru lagi jumlah bibit yang digunakan per lubang tanam sangat bervariasi. Ada yang sampai lebih dari 5 batang/rumpun tanam. Cara ini di samping boros dan tidak hemat bibit, juga dapat meng­gang­gu pertumbuhan tanaman.
Sesungguhnya, ada beberapa faktor yang sangat menentukan baik tidak­nya usahatan padi di sawah yang kita lakukan.
·        Tersedia air yang cukup. Air pen­ting bagi usahatani padi     se­­­ca­ra intensif. Jumlah kebutu­han air sangat pula ditentukan oleh sistem penanaman yang dilakukan. Pada sistem pena­na­man padi pola SRI,  kebutuhan air, benih dan pupuk bisa minimal.
·        Benih yang baik. Falsafah ”apa yang ditanam itulah yang dipanen” dalam usahatani tetap berlaku. Untuk mening­katkan produksi, penggunaan benih yang baik sangat penting. Benih disesuaikan dengan keadaan kondisi lahan. Untuk itu konsul­tasikanlah  dengan BPP atau pe­nyuluh pertanian.
·        Sistem penanaman. Saat ini sudah sangat patut sistem pena­na­man padi diubah dari tidak hemat ke usahatani hemat biaya dan tenaga.
·        Sistem perawatan.  Perawa­tan ta­naman harus dilakukan secara teratur, sehingga se­tiap gangguan hama penyakit dapat diatasi secara dini.

Sistem Jajar Lorong
Cara tanam padi jajar lorong me­rupa­kan cara tanam padi berbaris lurus yang diatur sedimikian rupa sehingga setiap beberapa barisan ter­dapat lorong ter­buka. Jarak ta­nam dalam barisan lebih rapat se­hingga populasi tanaman per satuan luas walaupun berkurang tetapi pro­duksinya tidak  berkurang mal;ah me­­ningkat.
Cara ini dapat memberi keuntungan;
·        Dapat menghemat benih dan pupuk.
·        Anakan produktif lebih ba­nyak.
·        Semua rumpun padi men­dapat­kan aerasi udara yang cukup sehingga meningkatkan penyer­bukan.
·        Memudahkan pemupukan dan perawatan tanaman.
·        Mengurangi serangan tikus dan hama-hama lain yang menyukai kelembaban tinggi dan teduh.
·        Jika air tersedia cukup dapat di­kombinasikan dengan pe­meli­ha­raan ikan.

Pengaturan Baris Tanam
Jumlah barisan antar lorong diten­tukan berdasarkan letak sawah dan keter­sediaan air. Jika petakan sawah luas, jumlah barisan dalam lorong dapat 4, 5, atau 6 baris. Tetapi jika petakan sawah sempit, jumlah ba­risan cukup 2,3, atau 4 baris saja. Penggunaan pola barisan ini tidak mengurangi hasil apabila penge­lolaan dan perawatan tanaman dilakukan dengan baik.
Jumlah rumpun tanaman dan ruang ter­buka dengan system penanaman lorong sbb:

Jumlah baris antar lorong
Jumlah rumpun tanaman
Persentase ruang terbuka
2
160.000
50 %
3
192.000
40 %
4
213.000
33 %
5
228.000
28 %
6
240.000
25 %
Sumber: Balitpa Sukamandi.  

Pengaturan Jarak Tanam
Benih padi disemai jarang, dan pada umur dua minggu lebih sudah dapat di­pin­dah­kan ke sawah. Penyemaian benih jarang benih cukup 8 – 14 kg/ha. Cara ini sangat menghemat benih. Jarak tanam yang dianjurkan untuk system penanaman lorong sbb:
·        Jarak tanam dalam baris       10 – 12.5 cm.
·        Jarak tanam antar barisan 20 – 25 cm.
·        Jarak tanam antar lorong 50 – 70 cm. (ESHAR, 2013).-




3.      PEMUPUKAN PADI LAHAN IRIGASI DI PROV NAD

Makanan tanaman adalah hara. Jumlah komposisi hara yang dibu­tuhkan tanaman banyak jenisnya, tetapi yang paling ba­nyak diper­lukan agar dapat ber­produksi cukup adalah nitrogen (N), phosphor (P), dan kalium (K). Ketiga jenis hara ini ter­gabung dalam jenis pupuk Urea, Super­phos, NPK, KCl, dll.
Jumlah kebutuhan hara padi ber­beda tergantung pada jenis varietas, jenis lahan, tingkat umur tanaman, dan cara pemberiannya. Setiap sawah tidak sama kebutuhan pupuk. Untuk menentukan berapa sebe­nar­nya perlu pupuk untuk sawah kita dapat diamati dengan meng­gunakan Bagan Warna Daun (LCC sing­katan dari Leaf Color Chart). Pengunaan Bagan Warna Daun (LCC) dapat dilakukan oleh penyuluh pertanian atau BPP. Kegiatanya mudah, hanya memban­ding­kan warna daun de­ngan warna di LCC dan selanjutnya melihat petunjuk dalam buku pan­duan, apakah hara nitrogen cukup atau tidak. Jika tidak segera dibe­rikan.
Dengan cara ini penggunaan pupuk akan lebih tepat, tidak boros, tidak terjadi pencemaran lingkungan dan hemat.
Balai Pengkajian Teknologi Perta­nian (BPTP) Aceh beberapa tahun lalu telah melakukan pengkajian tentang kebutuhan hara tanamanm padi di sawah beririgasi. Ternyata akumulasi hara posfor (P) dan kalium (K) tergolong tinggi, karena itu dosis pupuk untuk lahan sawah beririgasi harus diperbaiki. Dosis pupuk yang dianjurkan untuk lahan sawah beririgasi di Aceh sbb.

Status Hara Tanah
Dosis Pupuk/ha
Urea
150 kg
Superphos
75 – 100 kg
KCl
50 kg
Sumber BPTP Aceh

Cara Pemberian Pupuk
Kebiasaan petani memberi pupuk khusus Urea rata-rata dua kali yaitu saat tanam (50 %) dan pada umur tanaman 21 hari setelah tanam (50 %) sisanya (setelah penyiangan I) dengan cara sebar rata dalam sa­wah. Cara ini ternyata tidak efektif karena sebahagian besar pupuk tidak diserap oleh tanaman sehing­ga dibawa oleh air irigasi atau meng­uap. Untuk meningkatkan efisiensi pupuk urea bagi tanaman diberikan sesuai dengan anlisa LCC sehingga pemberiannya tepat waktu dan he­mat. Sesuai dengan hasil ujicoba, diperoleh bahwa dosis dan cara pemberian pupuk untuk padi di lahan beririgasi sbb.
·      
            Urea
Pupuk urea diberikan dua kali yaitu umur 1 – 2 minggu sete­lah tanam (fase vege­tative lam­bat) sejumlah 50 kg/ha, dan sisanya (100 kg/ha) dibe­rikan pada umur tanaman 30 – 42 hari setelah tanam (fase vege­tative cepat).

Superphose dan KCl.
Pupuk ini diberikan dengan cara me­nye­bar rata dipermukaan ta­nah sehari sebelum tanam. Permukaan lahan macak-ma­cak dan air tidak di­ma­sukkan ke lahan sawah beberapa wak­tu sehingga pupuk akan terikat oleh tanah dan me­mudahkan diserap oleh tana­man.

Pupuk Pengganti
Bila terjadi kelangkaan pupuk, untuk me­menuhi kebutuhan tanaman  pu­puk dapat digantikan dengan jenis yang lain. Jika kelangkaan pupuk Superhos misalnya,  dapat diganti de­ngan pupuk alam Guano (ek seumantoung) dengan dosis 100 – 150 kg/ha, dan jika KCl yang kurang dapat diganti dengan abu sekam dengan dosis 400 – 600 kg/ha. Pem­berian pupuk ini dilakukan sebelum tanam disebar merata di permukaan lahan dan selanjutnya digaru sehing­ga terbenam. (ESHAR, 2013).-


4.      BUDIDAYA PADI DI LAHAN GAMBUT


Selama ini lahan gambut dinilai kurang produktif. Jika ditanami hasil rendah. Sesungguhnya rendahnya produktivitas usahatani dilahan gam­­but karena kea­daan biofisik yang berbeda dengan tanah daratan lainnya. Keadaan biofisik lahan gambut ditandai oleh pH rendah, tinggi konsentrasi asam-asam or­ganic seperti zat aluminium (Al)  dan besi (Fe) sehingga pertumbuhan ta­naman akan terganggu. Kendala biofisik lahan yang kurang baik ter­sebut belum mampu diatasi oleh petani, walaupun untuk kebutuhan pangan dan biaya hidup para petani tetap mengelola lahan tersebut se­tiap tahun.
Untuk mengatasi hal itu, di lahan gambut perlu diterapkan teknologi usahatani sederhana sehingga pro­duktifitas lahan dapat ditingkatkan dan menguntungkan. Dari hasil per­cobaan yang dilakukan oleh lem­baga penelitian di Aceh, pro­duk­tivitas lahan gambut dapat ditingkat melalui perbaikan usaha­tani  sampai 75 – 100 % dari pro­duksi semula.

Teknologi Budidaya
Komponen utama teknologi budida­ya di lahan gambut adalah bagaima­na menetrasilir kelebihan kandung­an zat aluminium (Al) dan besi (Fe) di dalam tanah yang dapat menjadi racun bagi tanaman padi. Untuk itu digunakan  kapur per­tanian dan per­baikan budidaya. De­ngan demikian ph tanah yang rendah dapat diting­kat­kan dan kelebihan Al dan Fe di dalam tanah dapat diikat sehingga tanah menjadi netral. Ada beberapa anjuran usahatani sbb:
1.   Penyiapan lahan.
Semak belukar dan rumput-rum­putan ditebang dan untuk memu­dahkan pe­ng­olahan tanah, jika telah kering di­bakar. Selan­jutnya perbaiki drainase lahan dengan menggali saluran  di se­keliling la­han dan juga di dalam areal lahan. Saluran di sekeliling lahan digali lebih dalam yaitu lebar 40 – 50 cm dan dalam 50 – 75 cm. Saluran ini berfungsi sebagai saluran pembuang. Selan­jutnya gali pula saluran di dalam areal lahan sedalam 20 cm dengan lebar 20m – 30 cm. Saluran di dalam areal tersebut digali setiap 10 mter.
Guna saluran ini untuk menu­runkan pH dan menetrasilir zat-zat yang berlebih tadi. Lakukan pengolahan tanah seba­gaimana lazim dilakukan  untuk pena­na­man padi. Penyiapan lahan dilaku­kan serendak dalam seham­paran sehingga akan meudahkan dalam pemanfaatan tenaga kerja sehing­ga efektif dalam berusaha.
2.   Gunakan varietas padi yang tepat untuk bibit.
Ada beberapa varietas yang cocok untuk lahan gambut yang diper­baiki adalah sbb:
 
Varietas
Umur Tanaman
Produksi
Rasa Nasi
Cisadane
135
4-7
Pulen
Cisangarung
125
4-7
Pulen
IR-42
135
4-7
Pulen
IR-46
115
4-7
Pulen
Kapuas
125
4-7
Pulen
Lematang
130
5-7
Pera
Sililin
125
4-6
Pera
Way seputih
125
4-7
Pulen

3.   Perlakukan benih dengan baik.
Syarat benih yang baik:
·  Daya kecambah 90 %.
·  Tidak bercampur dengan benih lain dan rumput.

4.   Lakukan penyemaian benih dengan baik.
Ada dua hal yang dilakukan de­ngan baik yaitu: menyiapkan areal persemaian dan me­nyiapkan be­nih. Areal persemaian diolah de­ngan baik dan diberi pupuk de­ngan cukup. Berilah pupuk orga­nic (kotoran hewan atau kompos) secukupnya. Jika diberi pupuk an­or­ganik laku­kanlah dengan dosis/­meter:   10 gr urea, 14 gr SP36 dan 10 KCl.
Tabur benih secara jarang se­hingga pertumbuhan benih akan sempurna. Penaburan benih sys­tem tersebut dan penanaman satu batang/lubang kebu­tuhan be­nih hanya 7 – 10 kg/ha. Pindah­kanlah benih ke lahan sawah tidak lebih dari umur 15 hari setelah semai. Penanaman umur bibit muda dapat lebih cepat ber­adaptasi dengan lahan sawah dan dapat tumbuh lebih sempurna.
5.   Penanaman dan jadwal tanam.
Lakukan penanaman dan jadwal tanam yang tepat. Penanaman dilakukan pada awal musim hujan sehingga tanaman tidak keku­rangan air dan air pengairan men­jadi netral dari Al dan Fe yang dianggap berbahaya. Hasil peng­ujian di pantai barat Aceh penun­jukkan bahwa jadwal tanam yang relative tepat adalah  Misim Tanam I dilakukan Oktober – Nopember, dan Musim tanam ke II dilakukan pada Maret atau April. Walaupun demikian, Keu­jruen Blang akan mengamati per­kembangan iklim yang cocok baik terhadap ketersediaan air mau­pun perkem­bangan hama tanam­an.
Bibit padi ditanam satu batang/­lubang tanam. Cara ini dapat menghemat be­nih padi dan dapat meningkatkan jum­lah anakan produktif.
Padi ditanam dengan pola tandur jajar dengan jarak tanam 30 x 30 cm dan setiap tujuh baris tana­man dibuat lorong selebar 50 cm. Keuntungan tanam pola tandur jajar dan lorong adalah mudah dalam perawatan tana­man baik  penyiangan maupun me­ngenda­lian hama.
6.   Peberian kapur pertanian.
Untuk menetralkan pH rendah dan kandungan AL dan Fe yang tinggi dapat dilakukan dengan pemberian kapur pertanian (kapur gunung). Pada saat kapur gunung sulit diperoleh boleh diganti dengan abu sekam yang sudah terbakar habis berwarna keabu-abuan (abee guesok). Ka­pur atau abu sekam diberikan se­jum­lah 1 ton/ha dan ditabur me­rata diareal sawah pada saat tanah diolah sehingga kapur tersebut dapat bercampur sem­purna dengan tanah.
7.   Pemupukan
Berikan pupuk dengan dosis yang tepat. Pupuk SP36 sejumlah 130 kg/ha dan KCl 100 kg/ha diberikan seluruhnya sehari sebelum tanam atau pada saat tanam. Sedangkan dosis urea 250  kg/ha diberikan tiga kali yaitu 75 kg saat tanam,  100 kg 4 minggu setelah tanam, dan 75 kg diberikan  7 minggu se­te­lah tanam. Saat pemberian pu­puk dan kapur air macak-macak (setinggi 1-2 m dimuka tanah) sehingga pupuk dapat dimanfaat­kan secara optimal.
 8.   Perawatan dan panen
Perawatan tanaman sama seperti perawatan tanaman padi dilahan lainnya, seperti penyiangan dan pengendalian hama penyakit. Yang perlu diwaspadai adalah gang­guan tikus, hama orong-orong, kepinding tanah (bana), walang sangit (guesong) dan we­reng. Untuk gangguan hama-ha­ma ini kendalikan secara ber­sama-sama dan gunakan cara yang tepat sehingga tidak merusk lingkungan. Hubungi penyuluh setempat.
Pemanenan juga dilakukan de­ngan baik sehingga tidak banyak produksi yang terbuang, Hindari membuat phui di sawah. Hasil pa­nen segera dirontokkan dan dibawa pulang untuk disimpan, Hindah gabah dari kena hujan dan panas, dengan demikian mutu gabah dapat diperbaiki sehingga harga jual juga tinggi. (ESHAR, 2013).-
   
__________________________________


5.     PEMUPUKAN NITROGEN YANG TEPAT PADA PADI DENGAN LEAF COLOR CART
 (BAGAN WARNA DAUN)

Sebenarnya dalam berusaha­tani, kete­patan memberian hara baik penen­tuan ketepatan waktu, dosis, cara, dan tepat jenis sangat penting sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik. Kelebihan dan kekurangan hara dapat ber­pengaruh nyata bagi pertumbuhan tanaman. Kelebihan nitrogen mi­salnya, memberi efek pertumbuhan sekulen, lemah, daya tahan hama penyakit rendah sehingga tanaman tumbuh tidak normal. Demikian juga jika kekurangan hara tersebut, tanaman akan tumbuh kerdil, anakan produktif rendah, daun kuning sehingga produksinya juga akan rendah.
Yang perlu dipahami bahwa pemberian pupuk anorganik yang berlebihan akan memberi dampak negative bagi tanaman dan lingkungan. Banyak petani berang­gapan memberi pupuk banyak terutama nitrogen akan mampu memberikan per­tumbuhan tana­man yang baik. Sesung­guhnya, kelebihan nitrogen bukan hanya membuat tanaman lemah tetapi juga dapat merusak tanah. Karena peng­gunaan hara yang tidak berimbang akan memperburuk degradasi tanah dan menyebab mudahnya berkembang hama penyakit.
Tanggapan tanaman terhadap nitrogen sangat cepat dan efek­nyapun dapat segera terlihat pada warna daun padi. Jika nitrogen berlebih maka warna daun akan berubah dari hijau  menjadi warna hijau gelap dalam 2-3 hari setelah diaplikasikan. Demikian juga sebaliknya jika nitrogen kurang, warna daun terlihat kekuning-kuningan dan pucat. Untuk menen­tukan kebutuhan nitrogen yang tepat pada tanaman padi di­gunakan Bagan Warna Daun (LCC = leaf Color Chart). Alat pengukur warna daun ini sebenarnya sangat sederhana yang dapat membantu petani menentukan berapa pupuk nitrogen yang harus diberikan untuk tanaman padi yang dimilikinya.

Alat Pengukur Warna Daun
 Alat pengukur warna daun terbuat dari lempengan plastic memanjang ben­tuknya sangat sederhana. Pada alat plastic tersebut diberi pe­ngaturan warna dari hijau muda sampai hijau gelap. Fungsi alat tersebut adalah sebagai alat pengukur atau pembanding warna daun. Setelah diukur  warna daun pada posisi mana dan selanjutnya dilihat pada lembaran keterangan yang menentukan posisi pupuk nitrogen yang dikandung tanaman. Alat ini pada waktu dulu sudah tersedia di BPP. Jika saat ini sudah hilang atau rusak dapat dikoor­dinasikan dengan Dinas dan lem­baga teknis daerah setempat.
Mengukur kebutuhan Urea Tanaman Padi
Untuk meningkatkan efisiensi peng­gunaan pupuk urea dapat dilakukan dengan menggunakan Bagan Warna Daun. Petunjuk penggunaannya adalah sebagai berikut:
1.      Bagan daun yang akan diukur warnanya adalah yang paling atas dan sudah terbuka pe­nuh, karena warna daun tersebut berhubungan erat dengan ketersediaan nitro­gen pada tanaman padi.
2.      Bandingkan warna daun dengan  warna yang tertera pada LCC (angkan 1 – 6). Jika berada diantara dua warna diambil nilai rata-ratanya. Contoh  bila warna daun padi berada diatara angka 2 dan 3 pada skala warna maka nilai warna daun padi itu adalah 2.5.
3.      Daun yang diukur sebanyak 10 lembar diambil secara acak dari setiap petak lahan. Hitung nilai rata-rata warna daun untuk me­nen­tukan takaran nitrogen yang di­butuhkan tanaman.
4.      Selama pengukuran, daun harus dilindungi dari cahaya matahari langsung, misalnya menggunakan payung, ba­yangan tubuh, dll.
5.      Pengukuran dilakukan setiap 10 hari sekali yang dimulai pada saat tanaman berumur 14 hari setelah tanam untuk system tanam pindah.
6.      Bila nilai warna daun lebih rendah dari 4, maka tanaman telah me­merlukan pupuk nitrogen.
7.      Takaran pupuk nitrogen dise­suaikan dengan fase per­tumbuhan tanaman.
-          Vegetatif  lambat umur 14 – 21 hst, takaran pupuk 60 kg urea/ha.
-          Vegetatif cepat umur 28 – 42 hst, takaran pupuk 100 kg urea/ha.
Berdasarkan hasil pengujian yang dila­kukan oleh BPTP Banda Aceh di Aceh Barat, Aceh selatan dan Aceh Tenggara kebutuhan urea tanaman setelah di­gu­nakan metode LCC hanya sekitar 150 – 180 kg/ha. Jadi ada penghematan pupuk urea dari dosis anjuran umum sekitar  70 – 100 kg/ha.

Kandungan hara P dan K
Disamping  hara nitrogen, posfor dan kalium perlu dianalisis secara teliti. Karena pada program in­tensifikasi yang lewat telah terjadi penimbunan posfor dan kalium pada tanah sawah yang tidak sedikit sehingga menyebabkan efe­siensi pupuk menurun.
Takaran pupuk posfor dan kalium ber­pedoman pada hasil analisis tanah yang dilakukan BPTP, telah diperoleh takaran dosis pupuk SP36 dan KCl sbb:
Hasil analisis tanah sawah lahan ber­irigasi di Aceh menunjukkan bahwa status hara posfor dan kalium antara sedang sampai tinggi.  Oleh karena itu dian­jurkan dosis pupuk untuk lahan irigasi di Aceh terhadap hara posfor dan kalium adalah  SP36 sejumlah 50 – 100 kg/ha, dan KCl sejumlah   0 – 50 kg/ha. Ke dua hara ini cara pemberiannya ditabur merata dipermu-kaan sawah macak-macak sehari sebelum tanam.
Jika jenis pupuk tersebut kadang-kadang langka sehingga harganya sangat tinggi, jenis hara ini dapat diganti dengan  pupuk alam guano (ek seu­man­toung) peng­ganti pupuk SP36 sebanyak 100 – 150 kg/ha, dan abu sekam pengganti KCl sebanyak 600 kg/ha. Cara pemberian disebar rata di petak sawah sehari sebelum tanam dan kemudian digaru sehingga bercampur sempurna di dalam tanah. (ESHAR, 2013).-
          



6.   BUDIDAYA PADI SISTEM TANAM BENIH LANGSUNG (TABELA)
    
Keberhasilan program inten­sifikasi padi bukan hanya ditandai oleh terjadi peningkatan produk­si gabah, tetapi juga terjaminnya harga jual yang layak se­hingga petani sebagai produsen gabah akan mendapatkan penghasilan yang dapat menunjang kesejahteraan.
Produksi padi telah terjadi pening­katan yang sangat significan selama beberapa tahun be­lakangan ini. Produksi padi tahun  1983 rata-rata 3.5 ton/ha naik menjadi 4,11 ton/ha tahun 1994. Saat ini, walaupun secara statistic belum me­nun­jukkan angka produksi yang baik, tetapi diyakini tingkat produksi gabah te­rus meningkat. Hal tersebut terbukti bahwa produksi padi di Aceh tahun 2006 lebih dari 1.3 juta ton sehingga di­kon­ver­sikan surplus dalam bentuk beras sekitar 168 ribu ton. Surplus tahun 2007 mencapai lebih dari 250 ribu ton. Tahun 2008 juga terjadi sur­plus, walaupun di bawah target yang telah dite­tapkan.
Tentu saja fenomena ini perlu disikapi dengan baik karena banyak lahan potensial sawah telah beralih fungsi menjadi peruntukan lain. Luas lahan sawah turun drastis, sedangkan penam­bah­an areal be­lum sebanding. Oleh karena itu, tek­no­logi usahatani padi tidak hanya berorien­tasi kepada peningkatan ha­sil semata, tetapi juga harus me­ne­kankan pada efisiensi sehingga hemat modal dan tenaga. Diharap­kan melalui cara tersebut petani akan mendapatkan nilai tambah yang layak dari usaha­taninya.
Usahatani dengan cara tanam pindah (tapin) yang diterapkan petani cenderung berlebih menggu­nakan sarana produksi baik benih, pupuk, pestisida, dan air. Cara usa­hatani seperti itu harus diper­baiki melalui terapan teknologi yang te­pat. Karena harus disesuaikan de­ngan tuntutan pasar global yang menuntut efisiensi dalam segala bidang sehingga mampu bersaing dengan daerah lain. Untuk maksud tersebut diperkenalkan usahatani padi system tanam benih langsung (tabela).
Sistem Tanam Benih Langsung
·  Penyiapan lahan.
Pengolahan tanah dilakukan seba­gai­mana lazim pada usahatani tapin. Tanah diolah menjadi lum­pur dan diairi macak-macak.
 ·  Pemilihan varietas.
Gunakan varietas unggul yang tahan rebah, rasa nasi enak, pro­duksi tinggi, dan tahan hama penyakit. Misalnya ciherang, Mira, Yowono, Memberamo, dll.
·  Tanam.
Sistem tanam benih langsung (tabela) di lahan sawah me­merlukan benih yang relative lebih banyak dari system SRI atau legowo, Sistem tabela memer­lukan benih 25 – 30 kg/ha.
Benih yang akan digunakan diren­dam selama 12 jam dan diangin­kan selama 12 jam sehingga keadaan benih telah keluar tunas seperti paruh burung. Benih ditanam langsung di lahan sawah. Caranya, jika ada alat tabela dapat digunakan langsung, tetapi jika alat tabela tidak tersedia dapat dilakukan sbb: di lahan sawah dibentangkan tali dengan jarak tanam  antar baris 25 - 30 cm,  Di sepanjang tali tersebut ditaburkan benih padi satu persatu dengan jarak yang tidak beraturan tetapi terjadi tandur jajar antar baris.    Cara ini, tanaman tidak terganggu pertumbuhannya akibat dicabut dan umumnya panen lebih cepat 10 – 15 hari tergantung varietasnya.
·  Pemupukan
Dosis pupuk dianjurkan Urea 150-200 kg/ha, SP36 50 – 100 kg/ha, dan KCl 0 – 50 kg/ha. Urea diberikan 3 kali yaitu pada umur 10 – 14 hst, umur 21-25 hst dan umur 40-45 hst. Sedangkan pupuk SP36 dan KCL diberikan secara merata dilahan sawah sebagai pupuk dasar pada saat tanam.
·  Pengendalian gulma.
Gulma merupakan masalah penting pada system tabela, karena beberapa minggu setelah semai penyiangan tidak dapat dilakukan. Akibatnya, gulma akan tumbuh pesat juga. Penyiangan gulma dilakukan setelah tanaman berumur 2 – 3 minggu sehingga relative menyulitkan karena gulma telah besar. Jika pengendalian gulma tidak dilakukan dengan baik mengganggu pertumbuhan tanam­an sehingga dapat menurunkan produksi cekup besar yaitu antara 25 – 50 %.
·  Pengandalian hama penyakit.
Pada saat benih muda keongmas me­rupakan hama utama, maka hati-hatilah. Kendalikanlah keong­mas sebe­lum benih disemai. Selain itu, burung juga sering memakan benih yang baru disemai. Setelah tanaman tumbuh tikus merupakan hama penting dalam bu­didaya system ini. Pengendalian kedua hama tersebut harus dilakukan bersama-sama dalam satu ham­paran oleh kelompoktani. Sedang­kan ganggu­an hama dan penyakit lain dapat dikendalikan sebagai­mana lazim­nya. Yang penting se­tiap pengen­dalian hama penyakit menge­depankan system pengen­da­lian hama terpadu (PHT) se­hingga tidak merusak lingkungan.
·  Pengairan.
Sistem tabela memerlukan irigasi yang baik. Lahan sawah dijaga tetap macak-macak sampai tanaman premordia dan keluar bunga, sedangkan pada stadium pematangan gabah areal dapat dike­ringkan.
·  Panen.
Umumnya system tabela dapat mem­persingkat umur panen sekitar 10 – 15 hari dibandingkan dengan tanam pin­dah. Padi dipanen sebagaimana lazim­nya yang telah dilakukan petani yaitu setelah gabah kuning matang lebih dari 90 %.
Perlu diingatkan, jangan membuat phui di lahan sawah karena dapat meren­dahkan mutu gabah. Warna beras menjadi buram bahkan coklat sehingga harga jual menjadi rendah. Oleh karena itu, setelah dipanen segera dirontokkan dan simpan ditempat teduh terhindar dari hujan. (ESHAR, 2013).-




7.      PENGELOLAAN USAHATANI PADI SISTEM AGRIBISNIS

Usahatani padi sawah di Provinsi Aceh umumnya dikelola tanpa pe­ren­canaan sistem agribisnis. Apalagi ada kecen­de­rungan yang mengelola usahatani padi sawah sebahagian besar penyewa, ma­wah atau peu upah. Umumnya, mereka mengelola usahatani dengan luas lahan yang sempit, tenaga kerja dalam ke­luarga, penggunaan modal dan input yang ter­batas, dan belum menghitung keun­tung­an. Walaupun demikian, dari hasil eva­luasi ternyata para petani relatif res­ponsif terhadap insentif ekonomi dan teknologi, sehingga berpotensi untuk dikembangkan menjadi usahatani ber­orientasi agribisnis.
Program Intensifikasi Pertanian te­lah di­lak­sana­kan sejak tahun 1968 dengan tu­juan untuk mening­katkan pro­duk­tifitas u­sahatani dan meme­nuhi kebu­tuhan pa­ngan. Misalnya, pola Inten­s­i­fikasi umum (inmum), Intensifikasi Khu­sus (insus) dan Supra Insus. Ternyata, peningkatan pro­duk­tivitas tidak selalu ber­banding lurus dengan peningkatan kesejahtraan petani. Oleh karena itu, diperlukan upaya meng­arahkan usahatani padi ke agribisnis. Pro­gram tersebut di­harap­kan mampu mem­berikan solusi me­mak­simalkan kenaikan nilai tambah yang dinikmati petani dari usaha­ta­ninya me­lalui ke­giatan terpadu (on-farm dan off-farm). Pola tersebut ada­lah Pengem­bangan Intensi­fi­kasi Usa­ha­tani Padi Ber­wa­wa­san Agribisnis.
Penerapan Pola Intensifikasi Padi Ber­wawasan Agribisnis dapat dila­kukan atas dasar pengembangan pola intensifikasi yang memenuhi skala usaha unit bisnis melalui meningkatkan peranan kemitraan dalam pengembangan kegiatan on-farm dan off-farm, pengolahan hasil, stan­da­risasi dan pemasaran hasil.
Pengertian Agribisnis Usahatani Padi
Agribisnis adalah pengelolaan usa­hatani dengan tujuan untuk menda­patkan pen­da­patan yang layak. Untuk itu, usahatani dikelola dengan baik melalui perencanaan dan analisa usaha.
Biasanya, petani mengelola usa­hatani ti­dak melalui perhitungan ekonomi yang baik, sehingga susah diukur tingkat pen­dapatan yang layak dari usahatani yang dike­lolanya. Mulai saat ini para petani sudah harus mengubah cara ber­usahatani dari tidak memperhitung­kan nilai eko­no­mi kepada meng­hitung nilai ekonomi se­ca­ra baik.
Syarat dan Ciri Usahatani Padi Agribisnis.
a.      Terwujudnya kegiatan usahatani ter­padu (padi, palawija, dll)  dalam luas areal memenuhi skala ekonomi.
b.      Berkembangnya potensi sumber­daya alam, sumber daya manusia dan mo­dal secara optimal melalui perkem­bangan usahatani produktif.
c.       Berkembangnya kegiatan kemi­tra­an dibidang usahatani padi yang pro­duktif, serasi, saling mengun­tung­kan dan saling mem­butuhkan secara ber­kelanjutan.
d.      Meningkatnya pendapatan peta­ni dari kegiatan on-farm dan off-farm.

Strategi Pendekatan Usahatani Padi
 Agribisnis.
Dalam pengembangan usahatani ber­o­rientasi agribisnis perlu didasarkan kepa­da potensi lahan dan daya dukung lahan serta ling­kungannya. Penetapan luas loka­si sesuai skala ekonomi. Lokasi lahan sa­wah irigasi minimal 20 ha atau wilayah kerja keujruen, dilakukan pena­naman serentak dengan benih dan tek­nologi yang sama. Untuk itu, perlu dilakukan beberapa hal berikut:
·           Pemilihan lahan yang sesuai, meru­pakan faktor penentu ber­hasil tidak­nya suatu usahatani padi agribisnis.
·           Petani berada dalam kelompok tani yang kuat.
·           Menerapkan teknologi dan benih ung­­gul yang sama.
·           Melakukan penanaman seren­tak.
·           Melakukan perwatan tanaman secara bersama.
·        Mengelola panen dan pasca pa­nen dengan baik sehingga mutu hasil ga­bah seragam.
·        Memasarkan produksi secara ber­sama-sama melalui kelom­pok­­tani atau GAPOKTAN.
Keberhasilan suatu usahatani pada ha­kekatnya ditentukan oleh bagai­mana usa­hatani itu dilakukan. Ciri utama yang mudah dilihat adalah bagaimana pertum­buhan tanaman yang diusahakan serta berapa jumlah produksi yang dihasilkan. Jika suatu usahatani dapat meng­hasilkan pertumbuhan dan produksi yang baik, maka usahatani tersebut secara visual dikatakan berhasil. Walaupun masih ada faktor lain yang sangat menentukan yaitu harga jual.  Terlepas dari situasi ekonomi dan harga pasar produksi pertanian yang terjadi serta pe­ngaruhnya terhadap nilai pen­dapatan, maka besar kecilnya pen­dapatan yang diterima dari suatu uasa­hatani merupakan selisih antara nilai masukan (input) dan keluaran (out put). Penetapan lokasi yang cocok serta me­miliki daya dukung yang baik menjadi sa­ngat penting.
Kelompok tani agribisnis
Pengembangan usahatani beriorien­tasi agribisnis tidak dilakukan secara parsial (sendiri-sendiri), tetapi harus dalam ben­tuk kelompok. Usahatani secara berke­lom­pok memiliki ke­untungan:
·           pengelolaannya lebih mudah baik da­lam bentuk penyiapan la­han, pe­nye­diaan sarana produksi maupun pera­watan tanaman
·           produksi yang dihasilkan dapat meme­nuhi kebutuhan pasar
·           pemasaran produksi lebih mudah
·           petani/kelompok tani memiliki ke­mam­puan tawar menawar tetang harga produksi yang lebih mengun­tungkan
·           ketersediaan produksi dapat lebih ber­kesinambungan
·           perencanaan usahatani dapat dilaku­kan dengan mudah.
Kebutuhan pasar terhadap produksi perta­nian dan fluktuasi harganya patut dija­di­kan pertimbangan dalam merencanakan komoditi yang akan diusahakan. Trend pasar selama ini menunjukkan bahwa pada waktu-waktu tertentu pasar jenuh terhadap beberapa komoditi, tetapi langka terhadap komoditi yang lain. Untuk tujuan itu, sebelum penentuan ko­moditi yang akan diusahakan perlu dianalisa secara baik terhadap:
·     Informasi pasar dan trend harga pasar sepanjang tahun
·     Daerah produksi komoditi dan keadaan penanamannya.
·     Jalur pemasaran dengan mata rantai pasarnya.
·     Besarnya kebutuhan produksi (daya serap pasar) dan mutu yang diinginkan.
·     Kelancaran transportasi
·     Daya simpan produksi
·     Kondusifnya lingkungan.
       (ESHAR, 2013)