Jumat, 17 Agustus 2012

Generasi Yang Kuat, Terampil dan Makmur


Oleh   Laila Junainah, SPd.



               Orang tua yang bijak adalah selalu menginginkan anak keturunannya menjadi pemimpin, dan sangat menghindari anak keturunannya hidup dalam kelemahan terombang ambing dengan tidak ada pendirian yang kokoh. Untuk itu Allah ajarkan kita melalui doa yang di nukilkan dalam Alquran: “Rabbana hablana min azwajina wa zurriyyatina qurrata a’yuni waj’alna lilmuttaqina imama”.
         Islam adalah agama yang selalu mengedepankan keadilan, keindahan, rahmah, ukhuwah, dan silaturrahmi. Islam juga sangat menentang dan mengutuk kedhaliman, penindasan, dengki, khianat, dan dusta. Semua itu dapat terwujud karena sikap dan prilaku. Sikap dan prilaku diwujudkan oleh bentukan jiwa secara berkesinambungan baik diperoleh melalui sikap prilaku orang tua dan lingkungan yang memberi contoh sehingga terekam di dalam batin maupun dari buku dan media lainnya. Banyak ahli psikologi berpendapat,  pendidikan merupakan alat pemilah dan penghalus prilaku bawaan yang dimiliki. Pembentuk dan penyaring prilaku tersebut yang paling utama adalah agama. Siapapun yang berpegang teguh pada ajaran Islam, pasti ia akan terlepas dari prilaku jelek. Islam jika diamalkan dengan baik dan memiliki dasar pengetahuan yang kuat akan menghasilkan manusia berakhlak mulia (akhlaqul karimah). Rasul bersabda : “Innama buitstu liutammima makarimal akhlaq”, sesungguhnya saya diutus untuk memperbaiki akhlak manusia. Sebaliknya manusia yang dalam hidupnya tidak dituntun oleh agama, maka iblis dan syaithanlah yang menjadi penuntunnya.
            Generasi yang kuat adalah generasi yang mampu mengusai dan mengendalikan potensi alam secara bijak, seimbang dan tidak merusak. Kemampuan menguasai potensi sumberdaya yang ada merupakan kemampuan yang hakiki yang didasarkan kepada kemampuan fikir dan eksploitasi oleh manusia. Sumberdaya  itu tidak ada manfaat jika kemampuan eksploitasinya rendah. Kemakmuran dapat diperoleh melalui kemampuan yang dimiliki seperti ditunjukkan oleh skema berikut.
_______________________________________________
 Makalah disampaikan pada Kegiatan Pembinaan Keluarga Sakinah dalam Acara Diskusi Bulanan Organisasi Persatuan Wanita Tarbiyah Islamiah Aceh Barat Daya tanggal 9 September 2009, di Dayah Kaum Ibu Bustanul Huda Blangpidie.

        Konsep diagram diatas dapat dikelola dengan baik manakala sumberdaya manusia memiliki ilmu pengetahuan dan keterampilan. Tanpa itu semua, seluruh sumberdaya yang dimiliki tidak banyak manfaatnya, dan selalu pemanfaatan sumberdaya yang ada tersebut dilakukan oleh pihak lain yang lebih mampu, sehingga masyarakat generasi kita hanya berfungsi sebagai penonton, dan bahkan menjadi buruh saja, seperti apa yang terjadi selama ini. Pada hal Allah telah menegaskan kepada kita melalui firmannya dalam Alquran : “Ya ma’syaral jinni wal insi inistatha’tum minassamai wal ardh famfuzu, latamfuzu na illa bisulthan”, wahai kelompok jin dan manusia, jelajahilah penjuru angkasa dan bumi jika kamu mampu, tapi kamu tidak mampu kecuali dengan kekuatan. 
Pemahaman orang tua terhadap pentingnya mewariskan ilmu pengetahuan kepada anak generasi boleh jadi masih kurang terbentuk. Umumnya, orang tua sangat gusar jika belum meninggalkan harta yang cukup untuk anak-anaknya. Saat ini perlu disadari bahwa meninggalkan harta yang banyak kepada anak generasi bukanlah suatu hal yang penting, tetapi yang lebih penting mewariskan pengetahuan yang cukup sehingga dari pengetahuan yang dimiliki mampu mengendalikan kehidupan yang lebih layak dan bermartabat. Bukankah pengalaman telah menunjukkan kepada kita bahwa meninggalkan harta yang melimpah sering menimbulkan sengketa dan pemutusan silaturrahmi.
Pentingnya pengetahuan telah dicontohkan Nabi Sulaiman. Manakala Allah tawarkan beberapa pilihan kepada Sulaiman yaitu harta, kekuasaan, atau ilmu, maka Sulaiman memilih ilmu. Karena dengan ilmu harta dan kekuasaan akan dapat diperoleh. Contoh teladan yang diberikan Sulaiman tersebut perlu diterapkan dalam menghasilkan generasi yang bermartabat ke depan.
 Menghasilkan generasi ke depan yang memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang baik dengan iman dan taqwa (IMTAQ) ada ditangan ibu dan bapak hari ini. Upaya itu tidak bisa dilepaskan terbentuk secara alamiah. Upaya pembentukan generasi yang baik dan berkualitas harus diusahakan secara sungguh-sungguh dan terencana. Anak-anak belum baligh tidak dapat memahami pentingnya ilmu untuk menunjang kehidupan, yang paham hal tersebut adalah orang tua. Oleh karena itu, pendidikan terhadap anak harus telah direncanakan dari awal. Pendidikan itu harus berimbang antara ilmun-amaliyah dengan ulumuddiniyah. Keseimbangan itulah yang mampu menghasilkan manusia santun, pemimpin adil, dan pengusaha dermawan. Bukankah Alquran telah memberi contoh yang baik tentang wasiat Lukman kepada Anaknya. “Ya bunayya latusyrik billah. Innasyirka ladhulmun adhim”. Wahai Anakku Sayang, jangan sekali-kali kamu sekutukan Allah, sesungguhnya syirik itu adalah dhalim yang sangat besar.
Kasih sayang terhadap anak perlu ditumbuhkan secara baik. Lukman telah menampakkan bagaimana santunnya berkomunikasi dengan anak. Komunikasi yang baik dan santun menghadirkan rasa hormat. Dan rasa hormat tersebut menghasilkan kemuliaan yang dapat menghasilkan watak santun pula dalam kehidupan.
Bukankah generasi kedapan yang berilmu, dan santun sangat diharapkan. Pemimpin yang dihasilkan dari generasi seperti itu akan mampu membawa rahmat bagi alam. Karena contoh yang diberikan Rasul sebagai rahmatan lil alamin. Wama arsalna illa rahmatan lil alamin.
Pemimpin dari generasi yang taat dan taqwa akan mampu membawa kemakmuran. Hal tersebut telah dijanjikan Allah: “Walau Anna Ahlal Qura Amanu Wattaqau Lafatahna Alaihim Barakatim Minassamai Wal Ardh”. Jika suatu wilayah negeri pemimpin dan rakyatnya beriman dan taqwa, Allah akan turunkan atas mereka barakah dari langit dan dari bumi”. Pemimpin dan masyarakat beginilah yang diidamkan dimasa depan. Wallahu A’lam Bisshawab.

                                                                                Blangpidie, 9 September 2009.

MENGENAL DIRI



          Mengenal diri artinya memahami dan mengetahui segala sesuatu yg berkaitan dengan diri kita, baik dari segi fisik maupun dari segi psikologis.
Sejak awal penciptaan, manusia memiliki kecenderungan untuk mengenali siapa, apa, dan bagaimanakah sejati dirinya. Ada banyak konsep apa dan bagaimana mengenal diri hasil pemikiran manusia maupun yang lahir dengan landasan agama. Konsep-konsep ini telah beribu-ribu tahun lamanya mengiringi perjalanan hidup umat manusia di muka bumi. Beberapa di antaranya yang sangat populer yaitu konsep meditasi dan konsep tafakur atau khalwat dalam Islam.
         Konsep-konsep tersebut melahirkan kesadaran akan eksistensi kita di dunia ini. Kesadaran ini akan mampu membangkitkan kekuatan tersembunyi manusia yang masih terpendam. Konsep-konsep ini sempat terlupakan karena lahirnya ledakan teknologi yang menyebabkan manusia menjadi tergantung kepada teknologi dalam kehidupannya.
          Kini kita berada di zaman modern, semakin banyak orang berhadapan dengan berbagai masalah yang menimbulkan stress dan depresi. Stress dan depressi tersebut sesungguhnya disebabkan karena akibat tidak mampu lagi mengenal dirinya sendiri dan hidup dalam paradigma yang dibentuk oleh lingkungan sekitar sejak kecil. Saat ini orang-orang berlomba-lomba mencari cara untuk mengenal dirinya baik melalui konsep spiritual maupun konsep meditatif yang tidak berkaitan dengan spiritual sama sekali. Hal ini terjadi karena kini hasil penelitian ilmiah menunjukkan bahwa kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ) sangat dipengaruhi oleh faktor kesadaran dan pengenalan terhadap diri manusia itu sendiri.

FUNGSI MENGENAL DIRI
          Kegiatan meditatif dan spiritual yang dilakukan dalam rangka melakukan pengenalan terhadap diri memiliki banyak fungsi, yaitu:
1.      Membuka gerbang kesadaran manusia mengenai siapa dirinya
2.      Menguak tabir mengenai kaitan antara diri dan alam semesta.
3.      Memandang permasalahan secara jernih dan holistic.
4.      Lebih tenang dan bijak dalam menyikapi kenyataan hidup.
5.      Memahami fungsi keberadaan diri di dunia.

Kelima hal diatas akan bermuara pada satu hal yaitu bagaimana menyikapi tujuan hidup kita di dunia ini.
Wallahu waliyyuttaufiq wal hidayah. Salam. (Eshar).-
*) Tulisan ini dsadur dari beberapa tulisan yang dirilis di media online. Tujuan hanya menyebarkan agar masyarakat dapat memahami dan mengamalkannya.