Minggu, 23 Februari 2014

KNO3 DAPAT MEMATAHKAN DORMANSI BENIH PADI



LAMANYA PENYIMPANAN DAN WAKTU PERENDAMAN DENGAN LARUTAN KNO3 DAPAT MEMATAHKAN DORMANSI BENIH PADI
 (Hasil Kajian)

PENDAHULUAN

Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang utama bagi penduduk Indonesia. Dalam usaha memenuhi kebutuhan pangan tersebut perlu diperhatikan mutu benih yang akan ditanam agar diperoleh hasil dan kualitas yang tinggi.
Akhir-akhir ini di Indonesia sudah mulai disadari betapa pentingnya pemakaian benih unggul yang bermutu tinggi dalam peningkatan produksi pangan. Benih unggul yang bermutu tinggi adalah benih yang mempunyai daya kecambah dan kemurnian yang tinggi serta bebas dan hama dan penyakit.
Benih padi yang disebarluaskan kepada petani yaitu dalam kelas benih sebar yang telah mempunyai sertifikasi agar mutu benih dapat terjamin. Standar mutu behih sebar yaitu persentase benih murni minimal 98%, daya kecambah minimal-80%, kadar air benih 13%, persentase kotoran benih maksimal 2%, benih tanaman lain maksima! 0,5%, varietas lain maksimal 4 butir per kg dan benih reruputan maksimal 0,1%.
Manfaat dari penggunaan benih bermutu tersebut adalah dapat mempertahankan sifat-sifat unggul, menaikkan daya hasil 5 - 15%, pemakaian benih persatuan luas areal tanaman lebih hemat dari 30 - 50 kg per hektar menjadi 20 - 25 kg per hektar, pertumbuhan tanaman dan tingkat kemasakan di lapangan seragam dan lebih merata sehingga panen dapat dilakukan sekaligus, rendemen beras tinggi dan mutu beras seragam (Anonymous, 1977).
Pengujian viabilitas benih di laboratorium bertujuan untuk mendapatkan keterangan tentang mutu benih (Hardini, 1981). Namun dalam kenyataannya pengujian daya kecambah benih sering terbentur pada masalah dormansi, sehingga sulit untuk menentukan persentase daya kecambah benih.
Banyak benih yang tidak berkecambah bila diletakkan pada lingkungan yang favorable untuk perkecambahan yaitu persediaan air cukup, suhu yang cocok dan komposisi udara yang normal. Benih tersebut dapat ditunjukkan sebagai benih hidup, karena benih dapat dirangsang untuk berkecambah dengan berbagai pertakuan istimewa. Benih yang demikian dikatakan sedang tidur (dorman) atau dalam keadaan dormansi.
Dormansi sendiri dapat disebabkan oleh tidak dewasanya embrio, kulit biji tidak permeabel terhadap air atau gas-gas, halangan perkembangan embrio oleh sebab-sebab mekanis, kebutuhan khusus untuk suhu dan cahaya atau kehadiran bahan-bahan penghambat perkecambahan. Benih-benih demikian akan berkecambah dalam keadaan biasa bila disimpan untuk jangka waktu tertentu. Benih-benih demikian dikatakan membutuhkan waktu after ripening. After ripening dapat didefinisikan sebagai setiap perubahan yang terjadi dalam benih selama penyimpanan dan sebagai akibat perkecambahan diperbaiki (Harjadi, 1974).
Menurut Evenan (dalam Daryasih, 1982) dormansi adalah suatu keadaan dimana benih yang hidup gagal berkecambah dalam keadaan lingkungan (kelembaban, suhu dan cahaya) yang sesuai untuk perkecambahan.
Hardini (1981) mengatakan bahwa biji dorman adalah biji hidup yang tidak mampu berkecambah pada lingkungan yang sesuai bag! perkecambahannya tetapi tidak termasuk biji keras.
Melihat keadaan kulitnya dormansi pada benih padi kecil sekali disebabkan olehrkekerasan kulit, karena kulit padi mudah pecah dan mudah ditembusi air. Dormansi ini terjadi karena suatu faktor yang ada dalam benih padi tersebut yaitu zat penghambat. Pada benih yang dorman zat penghambat ini perlu dihilangkan agar mampu berkecambah. Salah satu caranya adalah dengan penggunaan bahan kimia untuk mematahkan dormansi pada benih padi yaitu larutan KNO3. Daryasih (1982) menegaskan, untuk mengatasi dormansi pada benih padi dapat dilakukan dengan merendam benih dalam larutan KNO3.

DORMANSI BENIN DAN MASALAHNYA
Benih dan biji mempunyai arti dan pengertian yang bermacam-macam tergantung dari mana segi mana peninjauannya. Ditinjau dari bidang agronomi yang dimaksud dengan benih adalah fase generatif dari siklus kehidupan tumbuhan untuk memperbanyak dirinya, pada padi yang dikatakan benih (seed) yaitu gabah (caryopsis) (Kamil, 1979).
Contoh benih yang diuji biasanya sangat sedikit dibandingkan dengan populasi yang diwakilinya. Metode pengambilan contoh uji harus dapat menghasilkan contoh yang mencerminkan kelompok benih dari mana contoh tersebut diperoleh. Alat pembagi mekanis (mechanical devider) tipe Burner merupakan salah satu alat untuk memperoleh contoh uji yang cukup baik (Anonymous, 1984).
Contoh berrrh adalah benih yang diambil dari suatu kelompok benih untuk dikirim ke laboratorium benih guna pengujian mutu, sedangkan contoh uji yaitu sebagian dari contoh benih yang akan diuji mutunya sehingga dapat mewakili mutu kelompok benih tersebut.
Menurut Delouche (dalam Sadjad, 1972) mutu benih mencakup mutu genetis, mutu fisis dan mutu fisiologis. Mutu genetis ditentukan oleh tingkat kemurnian varietas, mutu fisis oleh tingkat kebersihan fisis. Sedangkan mutu fisiologis benih mencakup tingkat kemunduran benih, viabilitas benih dan tingkat tahan simpan benih.
Sadjad (1974) menyatakan untuk pengujian di laboratorium, keadaan lingkungan yang menguntungkan bag! tanaman makanan dapat dicapai dengan menggunakan alat pengecambah benih (germinator) dan substrat kertas yang dapat mengontrol secara optimal kebutuhan benih akan air, udara, panas dan cahaya. Sedangkan menumt Me Kay (dalam Pian, 1978) suhu dalam alat pengecambah benih mendekati suhu optimum yang diperlukan untuk perkecambahan benih.
Tidak semua benih yang ditanam dalam kondisi optimum man berkecambah, meskipun benih tersebut tidak mati. Benih yang bersifat demikian disebut benih dorman (Sadjad, 1980). Benih dorman menurut Sadjad (1972) yaitu benih yang menunjukkan gejala hidup yang tidak diwujudkan oleh gejala tumbuh atau terhambat pertumbuhannya yang disebabkan oleh faktor dalam dari benih itu sendiri.
Benih dari berbagai spesies tanaman mempunyai sifat domrtan sejak waktu masak dan terlepas dari tanaman induknya sampai suatu waktu tertentu dimana tempat dan keadaan keliling cocok untuk berkecambah. Kemampuan benih untuk menunda perkecambahan sangat penting bagi dunia tanaman untuk mempertahankan jenisnya. Tanaman yang lama dipelihara oleh manusia berkurang sifat dormansinya bila dibandingkan dengan jenis yang masih liar.

Menurut Haper (dalarn Daryasih, 1982) dormansi dapat dibedakan dalam 3 tipe, yaitu (1) dormansi bawaan (innate dormancy), (2) dormansi induksi (induced dormancy), (3) dormansi paksaan (enforced dormancy).
Dormansi bawaan disebut juga dormansi primer adalah keadaan dimana benih pada saat terlepas dari tanaman induknya tidak mampu/gagal berkecambah, tetapi benih tersebut dapat berkecambah setelah jangka waktu tertentu.-lni disebabkan karena embrionya rudimeter atau masih dorman, dimana embrio tersebut berkembang baik dalam berat, ukuran hingga siap untuk berkecambah. Dormansi benih yang terjadi pada sebagian tanaman terrnasuk dalam tipe dormansi bawaan.
Dormansi induksi disebut juga dengan dormansi sekunder yaitu keadaan benih pada saat terlepas dari tanaman induknya akan secara rnudah berkecambah dalam lingkkungan yang sesuai, tetapi benih tersebut kehilangan kesiapan berkecambah karena sebab-sebab tertentu yang merupakan faktor diluar benih.
Harjadi (1974) menyatakan, dormansi sekunder kadang-kadang ditimbulkan bila benih diberi semua kondisi yang dibutuhkan kecuali satu yaitu kegagalan member! cahaya atau dengan menyinari benih yang tertambat cahaya.
Dormansi paksaan dikenal dengan dormansi tingkungan yaitu suatu keadaan dimana benih tidak dapat berkecambah karena satu atau beberapa faktor keliling tidak ada atau sesuai, urnpamanya cahaya, gas-gas (O2, CO2). KaTiil (1979) menambahkan, adanya air sesuai dengan fungsinya yaitu melunakkan kulit biji yang menyebabkan pengembangan embrio dan endosperm untuk masuknya oksigen ke dalam set secara difusi, CO2 yang dihasilkan oleh pernapasan lebih mendifusi keluar. Air juga berguna untuk mengencerkan protoplasma sehingga dapat rnengaktifkan bermacam-macam fungsinya, air sebagai alat transport larutan makanan dari endosperm atau cotyledone ke titik tumbuh pada embryonic axis yang diperlukan untuk pembentukan protoplasma baru, suhu yang pantas tidak kalah pentingnya bagi perkecambahan benih.
Sadjad (1974 - 1975) menyatakan, pengaruh suhu tidak terletak kepada lamanya atau tingginya suhu tetapi kepada perubahan suhu dalam benih. Jadi terdapat hubungan antara suhu dengan faktor lain, dalam proses perkecambahan benih, baik faktor benihnya sendiri maupun faktor lingkungan.
Menurut Sadjad (1980), mekanisme dormansi disebut dormansi fisiologik, dapat terjadi oleh beberapa sebab antara lain: (1) kulit benih yang tidak permeabel terhadap air atau gas-gas O2 dan CO2. Ini akan menghalangi proses imbibisi sehingga benih tidak akan berkecambah, walaupun faktor lingkungan cukup memungkinkan (Daryasih, 1982). (2) benih baru dipanen dikenal dengan istilah benih yang belum masak fisiologis, secara anatomik telah dipandang masak tetapi secara fisiologis belum. (3) benih berbagai tanaman pohon mengalami masa dorman karena embrionya masih dorman, ini perlu mengalami stratifikasi di dalam tanah, pasir atau substrat lain pada suhu rendah smpai beberapa bulan agar berkecambah. (4) embrio yang kurang masak (rudimeter). Berbagai benih adakalanya tidak memiliki embrio sama sekali, memiliki embrio tap^ tidak sempurna, memiliki embrio sempurna tapi kurang masak. Benih tersebut harus ditempatkan dalam media tumbuh beberapa lama, sehingga menjadi masak dan akhirnya mau berkecambah. (5) adanya zat-zat penghambat perkecambahan antara lain: (a) larutan yang bernilai osmotik tinggi, seperti garam NaCI, larutan Manitol, (b) bahan-bahan yang mengganggu proses metabolism yang umumnya menghambat pernapasan seperti Sianida, Dinitrofenol, Azide, Fluride, Hydroxylamine, (c) herbisida 2,4 - D, (d) persenyawaan fenolik, caumarin, auxin dan bahan-bahan dalam buah. Daryasih (1982) menegaskan, semua persenyawaan tersebut dapat menghambat perkecambahan, tetapi tidak dipandang sebagai penyebab dormansi.

PEMATAHAN DORMANSI BENIH
Leopold (dalam Danoesatro, t.t) membagi usaha pematahan dormansi dalam empat kategori: (1) periakuan mekanis, (2) perlakuan dengan cahaya, (3) perlakuan dengan suhu dan (4) perlakuan dengan zat kimia.
Daryasih (1982), menjelaskan perlakuan secara mekanis dengan istilah stratifikasi yaitu mengikir kulit biji, menggunting atau mengamplas bagian ujung, mengiris dan menusuk punggungnya. Perlakuan memberikan cahaya dan suhu dengan istilah stratifikasi atau fisis yaitu menggunakan suhu rendah dan kelembaban tinggi dapat dilakukan dengan cara: (a) pendinginan, benih setelah ditanam dalam substrat dimasukkan dalam ruangan, suhu diatur 5 - 10° C selama 7 hari, (b) pemanasan, benih dimasukkan dalam oven pada suhu antara 30 - 40°C setema 4-7 hari, (c) pencucian, benih dicuci atau direndam dalam air mengalir selama 12-24 jam sebelum dilakukan pengujian daya kecambah.
Menurut Soetopo (1985), perlakuan menggunakan bahan kimia dengan tujuan agar kulit biji lebih mudah dimasuki air pada waktu proses imbibisi, yaitu dengan memberikan larutan KNO3. Daryasih (1982) menambahkan penggunaan dengan cara merendam benih dalam larutan KNO3 konsentrasi 3% atau substrat kertas yang dijenuhkan dalam larutan KNO3 0,2%. Lama perendaman tergantung dari umur benih dan varietas, sedangkan Harjadi (1974) menyatakan, rangsangan perkecambahan yang diperoleh dengan KNO3 tergantung konsentrasinya.
Zat-zat lain yang dapat merangsang perkecambahan benih dorman adalah: Thirea, Ethylene, Ethylene Chlorhydrine, Gibbereline, IAA dan Hydrogen Peroxide (Daryasih, 1982, Harjadi, 1974 dan Copeland, 1976).
Benih dorman dapat diketahui viabilitasnya scara cepat yaitu dengan uji cepat viabilitas benih secara biokimia dengan menggunakan larutan Tetrazolium. Tetrazolium ditemukan oleh Lakon (1942) dan mengembangkannya sebagai uji cepat viabilitas benih tahun 1953 (Anonymous, 1982).
Hidup matinya benih didasarkan atas pewarnaan jaringan sel hidup oleh suatu indikator yaitu 2, 3, 5. Triphenil Tetrazolium Chlorida yang merupakan tepung berwarna kekuningan dan bersifat larut dalam air. Apabila larutan garam tetrazolium tersebut diimbibisi oleh benih, maka dengan bantuan enzirn dehidrogenase yang terdapat dalam sel-sel hidup akan terjadi proses reduksi sehingga terbentuk zat triphenil formazan yang mengendap dan berwarna merah. Endapan merah ini sangat stabil sehingga tidak larut dalam pencucian.

Jaringan hidup berwarna merah dan jaringan yang akan mati berwarna putih atau tidak berwarna. Selain benih dengan pewarnaan sempurna/seluruhnya merah dan benih mati tidak berwarna, terdapat benih dengan pewarnaan tidak merata atau warnanya muda/pucat. Perbandingan antara bagian yang merah dan bagian yang tidak berwarna serta daerah dimana necrotic itu terdapat, menentukan hidup atau matinya benih (Anonymous, 1984). Uji tetrazolium merupakan metode sederhana dapat dilakukan dalam satu hari (Suseno, 1974 -1975).
Keuntungan dari uji tetrazolium ini adalah dapat segera diketahui hasilnya dalam waktu singkat, dapat digunakan bagi pengujian benih yang masih dorman. Sedangkan kerugiannya yaitu sukar/sulitnya diperoleh bahan tetrazolium, membutuhkan teknik dan latihan khusus untuk menafsirkan secara tepat. Uji tetrazolium ifti spring disebut dengan uji topografi karena pola/topografi dari hastl pewarnaan merupakan aspek penting dalam menginterprestasikannya (Copeland,1976).
Reaksi larutan tetrazolium  dengan bantuan enzim dehidrogenase menghasilkan formazan berwarna merah.

                                   N-B-C6H5                                                              N-NH-C6H5
              C6H5-C                              +2e+2H+                       C6H5-C                                   +H+CI
                                   N=N-C6H5                                                             N-N-C6H5
                                  
                                   Cr

2, 3, 5. Triphenil Tetrazolium Chlorida                                           Formazan (merah)
(tidak berwama)


LAMANYA PENYIMPANAN DAN WAKTU PERENDAMAN DENGAN LARUTAN KNO3 DAPAT MEMATAHKAN DORMANSI BENIH PADI
Kamil (1979) dan Hardini (1981) menyatakan, benih pada saat masak fisiologis mempunyai berat kering, viabilitas dan vigor yang maksimum. Tinggi rendahnya tergantung dari keadaan pertumbuhan di lapangan sampai saat benih masak.
Vaughan (dalam Sadjad, 1972) menyatakan kemampuan benih untuk bertahan dalam viabilitas ditentukan oleh faktor-faktor: (1) Kadar air benih pada awal penyimpanan, (2) kelembaban lingkungan simpan, (3) suhu tempat penyimpanan, (4) sifat-sifat keturunan, (5) susunan gas lingkungan simpan, (6) kerusakan mekanis saat panen dan pengolahan, dan (7) penyerangan mikroorganisme dalam penyimpanan serta (8) susunan kimia benih.
Harrington (dalam Hardini, 1981) menyatakan pengaruh kadar air dan suhu terhadap daya simpan benih sehubungan dengan viabilitas benih, mengikuti " rule of thumb" yaitu: (1) untuk tiap penurunan kadar air 1% daya simpan benih menjadi dua kali, berlaku untuk benih kadar air 5 - 14%, (2) setiap penurunan suhu 5°C daya simpan menjadi dua kali berlaku bagi suhu simpan 0° - 45°C atau sebaliknya.
Lama penyimpanan dan waktu perendaman dengan larutan KNO3 dapat mematahkan dormansi benih padi dan juga dapat mempengaruhi kadar air benih, potensi tumbuh maksimum dan daya kecarnbah benih.
Kadar air benih semakin rendah dengan semakin lama penyimpanan (1 bulan). Rendahnya kadar air benih itu karena adanya penguapan air dari dalam benih menuju keseimbangan dengan lingkungannya dan proses respirasi yang terjadi pada benih selama periode simpan (Gema putri, 1986).
Potensi tumbuh maksimum benih sangat dipengaruhi oleh periode simpan dan waktu perendaman benih dengan larutan KNO3. Penyimpanan benih selama 1 bulan cenderung meningkatkan potensi daya tumbuh benih (89%), hal ini dapat dilihat dari banyaknya dijumpai benih yang berkecambah normal. Akan halnya benih yang baru dipanen mempunyai embrio yang rudimeter atau embrio yang belum berkembang dengan sempurna sehingga untuk perkecambahan yang lengkap diperlukan jangka waktu tertentu (Suseno, 1974/1975). Demikian juga dengan waktu perendaman 48 jam sangat mempengaruhi potensi daya tumbuh maksimum benih padi dibandingkan dengan benih-benih yang tidak dilakukan perendaman dengan larutan KNO3. Hal ini disebabkan karena benih yang baru dipanen masih dalam keadaan dorman, sehingga tidak mampu berkecambah dengan sempurna. Soetopo (1985) menyatakan penggunaan KNO3 pada benih menyebabkan kulit benih akan lebih mudah dimasuki air pada waktu proses imbibisi, selain itu larutan KNO3 yang dihisap di dalam jaringan benih akan mematahkan domnansi benih, mengaktifkan daya kerja enzim sehingga merangsang benih untuk berkecambah.
Daya kecambah benih juga sangat dipengaruhi oleh periode simpan dan waktu perendaman dengan larutan KNO3. Persentase daya kecambah benih lebih tinggi pada penyimpanan 1 bulan. Secara anatomik maupun fisiologik benih telah masak, dengan kata lain masa dormansi benih telah habis, sedangkan untuk mematahkan dormansi benih larutan KNO3 3% dapat diberikan selama 24-48 jam akan memberikan hasil yang nyata (Suseno, 1974 -1975).
Faktor-faktor yang mempengaruhi viabiiitas benih dalam penyimpanan terdiri dari faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam yaitu: (a) jenis dan sifat benih, (b) viabiiitas awal benih, (c) kandungan air benih. Sedangkan faktor luar yaitu: (a) temperatur, (b) kelembaban, (c) gas disekitar benih, dan (d) mikroorganisme (Soetopo, 1985).
Schoorel (dalam Sadjad, 1972) memberikan petunjuk tentang indikasi dari kemunduran benih yaitu: (1) perkecambahan berlangsung lambat, (2) antara periode hitungan kesatu dan kedua terdapat perbedaan yang besar dalam hasil uji, (3) bibit tumbuh lemah dan lambat, (4) respon yang lemah dari kecambah, (5) besarnya persentase dari kecambah yang tidak normal, (6) cepat membusuk dan tidak tumbuh, (7) bibit pada taraf awal terserang penyakit, (8) ujung akar tidak tumbuh normal. Selanjutnya, menurut Deloche (dalam Sadjad, 1972) menurunnya daya berkecambah benih merupakan indikasi terakhir dari proses kemunduran. Cara untuk menentukan tingkat kemunduran benih dapat dilihat dari perubahan warna kulit benih, berat jenis dan tingkat permeabilitas benih.

KESIMPULAN

Benih padi yang baru dipanen mempunyai masa dormansi, untuk penanaman di lapangan sebaiknya dinantikan saat panen yang tepat yaitu benih telah berumur 1 bulan setelah panen.
Lama penyimpanan berpengaruh terhadap kadar air benih, potensi tumbuh maksimum benih dan daya kecambah benih padi.
Perendaman benih padi dengan larutan KNO3 3% selama 24 - 48 jam dapat mematahkan dormansi benih padi, hal ini dapat dijumpai potensi tumbuh maksimum benih yang tinggi dan persentase daya kecambah benih yang tinggi. (Eshar 2013)






DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 1977. Pedoman Bercocok Tanam Pad/, Palawija, Sayur-Sayuran. Badan Pengendalian Bimas. Jakarta.

—————— 1981. Kadar Air Benih dan Metode Penerapannya. Latihan Mutu Benih. Jakarta.

——————. 1982. Uji Cepat Viabilitas Benih. Latihan Pembinaan Mutu Benih. Jakarta.

—————— 1984. Pedoman Pengujian Laboratorium. Direktorat Bina Produksi

Tanaman Pangan. Jakarta. Copeland,  L.  1976.  Principles of Seed Science and Technology.  Burgess

Publishing Company. Minnesota. Danoesastro,   H.   t.t.   Zat   Pengatur  Tumbuh   Dalam   Pertanian.   Yayasan

Pembinaan Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta.

Daryasih, S. 1982. Dormansi Benih. Latihan Pembinaan Mutu Benih. Jakarta. Harjadi,  S.   S.   1974.  Dormansi Benih.   Dalam.   Preceding   Kursus  Singkat

Pengujian Benih IPB. Hal 73 - 92. Hardini. 1981. Pedoman Pengujian Benih Laboratories. Latihan Pembinaan Mutu

Benih. Jakarta. Kamil,  J.   1979.   Teknologi Benih.  Jilid  I.  Departemen Agronomi.  Fakultas Pertanian Unand. Padang. Sadjad, S. 1972. Kertas Merang Untuk Menguji Viabilitas Benih di Indonesia. Beberapa Penemuan Dalam Bidang Teknologi Benih. IPB.

—————. 1974. Uji Berkecambah Benih Makanan Penting di Indonesia. Dalam. Preceding Kursus Singkat Pengujian Benih IPB. Hal 199 -218.

—————. 1974/1975. Teknologi Benih Dengan Masalah Uji Viabilitas Benih. Dalam. Dasar-Dasar Teknologi Benih. Capita Selecta. Departemen Agronomi IPB. HaM27 - 145.

Suseno, H. 1974/1975. Fisiologidan Biokimia Kemunduran Benih. Dalam. Dasar-Dasar Teknologi Benih. Capita Selecta. Departemen Agronomi IPB. Hal 98-126.

Soetopo, L. 1985. Teknologi Benih. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.

1 komentar: