Senin, 03 Februari 2014

HAMA KEONG MAS



TEKNOLOGI PENGENDALIAN HAMA KEONG MAS

PENDAHULUAN
Tanaman padi merupakan salah satu komoditas pangan yang harus terpenuhi kecukupannya untuk menunjang kelangsungan hidup sebahagian besar penduduk Indonesia. Salah satu upaya untuk mempertahankan kecukupan pangan adalah melalui pengendalian faktor-faktor pembatas. Salah satu faktor pembatas yang penting adalah serangan hama penyakit.
Keongmas merupakan salah satu hama penting pada tanaman padi di Indonesia. Di Daerah Istimewa Aceh misalnya, keongmas telah menjadi hama utama, terutama pada areal sawah beririgasi. Tingkat serangan hama tersebut pun tergolong cukup tinggi. Serangan berat umumnya terjadi di persemaian sampai tanaman berumur di bawah 4 MST. Pada tanaman dewasa, gangguan keongmas hanya terjadi pada anakan sehingga jumlah anakan produktif menjadi berkurang.
Perkembangan hama ini sangat cepat, dari telur hingga menetas hanya butuh waktu 7-4 hari (Pitojo, 1996). Di samping itu, satu ekor keongmas betina mampu menghasilkan 15 kelompok lelur selama satu siklus hidup (60-80 hari), dan masing-masing kelompok telur berisi 300-500 butir (Anonymous, 1993). Seekor keongmas dewasa mampu menghasilkan 1000-1200 telur per bulan (Anonymous, 1995).
Kerugian yang ditimbulkan oleh hama ini cukup besar. Tahun 1989 di Filipina misalnya, kerusakan tanaman padi mencapai 400.000 ha. Di Indonesia gangguan hama keongmas juga cukup signifikan.
Di Kabupaten Lampung Selatan (1992), keongmas merusak tanaman padi seluas 400 ha dengan kepadatan populasi antara 2-32 ekor per meter persegi (Anonymous, 1992).
Di Kabupaten Aceh Besar (1998), keongmas menyerang tanaman padi lebih dari 10.000 ha. Hal yang sama juga terjadi di Aceh Utara dan Aceh Timur sehingga banyak tanaman padi gagal panen. Untuk mengatasi perkembangan hama ini secara luas perlu dicari teknologi pengendalian yang tepat serta efektif, sehingga perkembangan keongmas dapat ditekan berada di bawah ambang ekonomi.
Beberapa teknologi pengendalian telah dikaji oleh LPTP Banda Aceh tahun 1999 dan 2000, yaitu pengendalian secara Mekanik (pemungutan secara berkala 3 kali seminggu), pengendalian secara biologi (pelepasan itik dan perangkap telur dan pengendalian secara kimia (pestisida Brestans, Pegasus dan Saponine). Hasil kajian menunjukkan secara statistik ketiga perlakuan tersebut tidak berbeda nyata.
Beberapa Keuntungan Pengendalian Hama Keongmas
a.       Dapat menghindari kerusakan tanaman terutama di persemaian tanaman muda dan anakan produktif.
b.      Dapat menghindari kerusakan lingkungan akibat penggunaan pestisida yang berlebihan.
c.       Dapat mengoptimalkan produksi padi sesuai dengan daya dukung lahan.

Untuk mengendalikan hama keongmas dalam rangka mempertahankan kecukupan pangan, hasil kajian LPTP direkomendasikan dalam bentuk rakitan teknologi yang mudah dilaksanakan oleh petani serta berwawasan lingkungan.

PERMASALAHAN
Proses Kerusakan
Keongmas menyerang tanaman padi sejak dipersemaian maupun tanaman berumur dibawah 4 MST. Pada tanaman atas 4 MST keongmas cenderung merusak anakan. Peningkatan populasi hama keongmas sangat cepat. perkembangan telur hingga menetas menjadi siput-siput membutuhkan waktu 7-14 hari dan jumlah telur yang mencapai 80%. Hama ini terbilang ganas dan keongmas muda ukuran kecil sampai sedang tergolong paling ganas menyerang tanaman padi baik di persemaian maupun tanaman padi di sawah, dibandingkan dengan keongmas dewasa.

Kondisi Lahan
Keongmas hidupnya sangat tergantung pada air dan umumnya berkembang pesat pada areal yang tergenang. Apabila lahan berada dalam kondisi tergenang, keongmas akan berkembang cepat dan bila lahan dalam keadaan kering, hama ini masih dapat hidup dengan beristirahat di dalam tanah. Keongmas mampu bertahan hidup dalam tanah sampai 6 bulan lamanya, dan jika mendapat pengairan ia akan berkembang biak kembali.

Cara Pengendalian
Hama keongmas termasuk sulit untuk dibasmi secara tuntas. Bila pengendalian dilakukan dengan menggunakan pestisida, keongmas memang dapat terbunuh, tetapi cangkang atau rumahnya akan tertinggal di dalam tanah dan menimbulkan masalah bagi petani yaitu melukai telapak kaki apabila petani masuk ke areal sawah, sehingga petani perlu kegiatan tambahan untuk mengumpulkan cangkang di areal yang telah diberi pestisida. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan (tahun 1999 dan 2000) menunjukkan bahwa pengendalian dengan bahan kimia, biologi, dan mekanik secara statistik tidak berbeda nyata. Hasil kajian terhadap lingkungan, kepraktisan kerja, mudah dilaksanakan, dan murah, maka pengendalian keongmas dianjurkan dengan cara pemungutan berkala (seminggu 3 kali), pemberian umpan perangkap, pemasangan perangkap telur, dan pelepasan itik ke lahan sawah. Beberapa cara pengendalian di atas, mampu mengendalikan perkembangan hama ini sehingga tidak menimbulkan kerusakan terhadap tanaman padi, dan populasinya di bawah ambang ekonomi.

Kemauan Petani
Hama ini tidak menurun populasinya bila pengendalian dilakukan secara individu, oleh karena itu pengendaliannya harus dilakukan secara kelompok dalam satu hamparan. Keikutsertaan petani secara kelompok dalam pengendalian hama ini menjadi penting, karena keongmas bermigrasi sesuai aliran air dan masuk ke sawah bersama dengan pemasukan air ke lahan. Pengendalian secara persial oleh satu atau dua petani tidak akan mampu mengendalikan hama ini.

TEKNOLOGI PENGENDALIAN HAMA KEONGMAS YANG DIANJURKAN

Pemasangan Perangkap Telur dan Pemungutan secara Berkala
Usaha pengendalian hama keongmas merupakan salah satu proses dengan tujuan menekan populasi hama sekecil mungkin ataupun penekanan sampai di bawah batas ambang kerusakan ekonomi. Salah satu teknologi pengendalian yang telah dianggap efektif, murah dan dapat dilaksanakan oleh petani serta berwawasan lingkungan adalah pengendalian dengan menggunakan tiang-tiang perangkap telur dan pemungutan hama secara berkala (3 kali seminggu) sampai umur padi 4 minggu setelah tanam.
Tiang perangkap telur dapat digunakan dari bahan kayu, bambu, pelepah rumbia, atau ranting-ranting kayu. Panjang tiang perangkap tersebut berkisar antara 1-1,5 meter dengan diameternya sekitar 1-3 cm atau lebih. Tiang perangkap ditancapkan dalam petakan sawah pada kawasan jarak pematang antara 1-3 meter dan jarak antar tiang perangkap telur 3 meter. Jumlah tiang perangkap telur tidak terbatas, sehingga makin banyak tiang perangkap telur dipasang, maka diharapkan makin banyak pula kelompok. telur yang diletakkan. Telur yang ada pada tiang perangkap dibuang secara berkala (seminggu sampai dua kali) dengan cara melepaskannya dari tiang perangkap dan selanjutnya dibenamkan ke dalam air atau lumpur.
Satu kelompok telur yang dimusnahkan sama artinya dengan pemusnahan 300-500 keongmas apabila kelompok telur tersebut berhasil menetas.
Pembuangan kelompok telur keongmas dilakukan secara rutin sehinga perkembangannya secara lambat laun dapat ditekan, sehingga populasi hama ini selalu berada pada tingkat yang tidak menimbulkan kerusakan secara ekonomi. Dalam usaha pengendalian tersebut sangat diharapkan dilakukan secara serentak dalam kelompok, karena bila dilakukan secara individu pengendalian cara ini tidak banyak memberi arti. Telah diketahui bahwa hama ini bermigrasi melalui air irigasi dan masuk ke petak sawah melalui pintu-pintu air sehingga perkembangannya akan pesat kembali. Perkembangan hama ini sangat cepat, dari telur hingga menetas hanya butuh waktu 7-14 hari. Artinya, dalam tenggang waktu satu minggu, hama ini telah banyak kembali walaupun pada tahap tersebut hama ini masih dianggap berukuran kecil tetapi beberapa minggu kemudian serangannya sangat ganas.

Pemberian Umpan Perangkap dan Pemungutan secara Berkala
Pengendalian dengan umpan perangkap serta dikombinasikan dengan pemungutan keongmas secara berkala baik di areal sawah maupun pada umpan perangkap merupakan salah satu cara yang juga dapat menekan populasi hama tersebut. Apalagi pemberian umpan perangkap dan dikombinasikan pula dengan pemasangan perangkap telur sangat besar pengaruhnya terhadap penekanan populasi hama keongmas. Umpan perangkap keongmas dapat menggunakan daun, tangkai, dan batang pepaya, daun kuda-kuda (on geureundong pageu), dan lain-lain.
Makanan perangkap tersebut diletakkan secara berjejer di dalam petakan sawah  baik sebelum tanam maupun setelah ditanami padi sampai padi berumur 5 minggu setelah tanam. Hal ini tergantung pada banyaknya keongmas yang terdapat di petakan sawah. Jarak antara umpan perangkap dengan yang lain antara lain 1-2 meter banyaknya umpan perangkap yang diberikan tergantung pada persedian umpan dan populasi hama tersebut. Untuk memudahkan pemungutan, umpan perangkap sebaiknya ditempatkan dekat dengan pematang.
Makin banyak pemberian umpan perangkap lebih sehingga hama tersebut akan berkumpul pada umpan perang dan lebih mudah dipungut. Selanjutnya keongmas yang terdapat pada umpan perangkap dipungut dan dibuang secara berakala. Sangat dianjurkan keongmas hasil pungutan tersebut diberikan sebagai tambahan pakan itik. Untuk meningkatkan efektifitas pengendalian perlu pula dikombinasikan dengan pemasangan perangkap telur, sehingga keongmas dan kelompok telur menempel baik pada tiang atau di tempat lain segera di dengan demikian kombinasi perlakuan tersebut akan menjadi efektif.

Pelepasan Itik di Areal Sawah
Pengendalian cara ini merupakan pengendalian alamiah dimana itik dilepaskan ke areal sawah setelah ditanami padi dengan tanaman berumur 45 hari setelah tanam. Itik dapat mengendalikan hama keongmas sehingga tidak merusak tanaman. Untuk meningkatkan efektivitas pengendalian, areal sawah dibuat macak-macak sampai tergenang dengan ketinggian air 5 cm.
Itik dilepaskan ke areal sawah dan selanjutnya akan memangsa keongmas (ukuran kecil dan sedang) serta membunuh keong besar. Dalam satu hektar dapat dilepaskan itik sekitar 25 ekor lebih. Pelepasan itik dilakukan pagi dan sore hari. Sesungguhnya pelepasan itik ke lahan sawah memberi manfaat ganda. Pertama perkembangan keongmas dan hama-hama lain dapat terkendali dan ke dua, dapat memperbaiki aerasi di sekitar perakaran Keadaan tersebut dapat memperbanyak anakan produktif produksi tanaman menjadi lebih banyak. (Eshar).

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous, 1992. Media Pestisida. Vol. 12:6-8 Dipokreasi Prima. Jakarta.
_________, 1993. Pengendalian Siput Emas. Liptan. Balai Informasi Pertanian. D.I Jogyakarta.
__________, 1995. Pengendalian Hama Keong Mas. Liptan. Loka Pengkajian Teknologi Pertanian (LPTP). Banda Aceh.
Setijo, P. 1996. Petunjuk Pengendalian dan Pemanfaatan Keongmas, Trubus Agriwidia. Unggaran. 106 hal

Tidak ada komentar:

Posting Komentar